Selasa 14 Apr 2020 19:22 WIB

Peniadaan Jumatan di Masjid Agung Tasikmalaya Ditentang

MUI sepenuhnya mendukung keputusan pemerintah untuk mengurangi kegiatan agama.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Muhammad Fakhruddin
Corona dan dampaknya terhadap pelaksanaan ibadah (Ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Corona dan dampaknya terhadap pelaksanaan ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya berencana membatasi kegiatan keagamaan selama pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Salah satunya dengan meniadakan kegiatan sholat Jumat di Masjid Agung Tasikmalaya sementara waktu.

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman mengatakan, pengurangan kegiatan keagamaan di masjid merupakan salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran Covid- 19 yang semakin masif. Kegiatan di masjid, terutama ketika shalat Jumat menjadi salah satu potensi sumber penyebaran virus corona.

"Kami dengan berat hati terpaksa mengambil keputusan tersebut di mana untuk sementara atau dalam kurun waktu dua minggu ke depan masjid agung yang kita cintai ini tidak melaksanakan solat jumat ," kata dia, Selasa (14/4).

Budi menyebut, Kota Tasikmalaya di wilayah Priangan Timur menjadi daerah paling tinggi terpapar Covid-19. Hingga Selasa, tercatat terdapat 12 kasus pasien positif corona.

Selain itu, ia menambahkan,  karakter masyarakat Kota Tasikmalaya banyak yang masih menganggap remeh pandemi corona. Karena itu, pihaknya merasa perlu untuk terus melakukan edukasi agar masyarakat paham. 

Untuk itu, Pemkot Tasikmalaya meminta dukungan organisasi masyarakat Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) supaya masyarakat mau patuhi edaran pemerintah. "Alhamdulillah kita juga terbantu dengan adanya Fatwa MUI tentang bagaimana umat bersikap dalam menghadapi virus corona ini," ujar Budi.

Kendati demikian, rencana Pemkot Tasikmalaya untuk meniadakan kegiatan shalat Jumat di Masjid Agung sementara waktu masih belum final. Sebab, terdapat sejumlah elemen yang menolak kegiatan agama Islam dibatasi karena berbagai alasan.

Ketua MUI Kota Tasikmalaya, KH Ate Mushodiq mengatakan, masih ada sejumlah pihak yang tak menyetujui gagasan Pemkot Tasikmalaya. Namun, pihaknya akan terus mendiskusikan lagi agar semua paham dengan kebijakan yang diambil Pemkot.

"Pada dasarnya, kita sepakat dengan langkah itu untuk memutus mata rantai Covid-19. Ada dinamika saat diskusi jadi sedikit alot. InsyaAllah sehari-dua hari akan ada keputusan," kata dia.

Ia menegaskan, MUI sepenuhnya mendukung keputusan pemerintah untuk mengurangi kegiatan agama karena kondisi saat ini sedang tak memungkinkan untuk berkumpul. Ia juga berpesan agar masyarakat menerimanya dengan akal sehat.

"Sholat di rumah itu tak masalah, karena itu masalah fiqih bukan akidah. Islam itu juga fleksibel, tidak kaku," kata dia.

Sementara Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Aslim mengatakan, memang ada perbedaan pendapat dalam keputusan itu. Pihaknya akan berkoordinasi kembali dengan Pemkot Tasikmalaya dan MUI untuk kepastiannya. "Satu-dua hari ini pasti ada kepastian," kata dia.

Ia berharap perbedaan pendapat itu tak menjadi polemik yang panjang. Sebab, saat ini semua pihak harus bahu membahu untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.

Ia juga meminta masyarakat melakukan arahan yang diberikan pemerintah. Mulai dari tidak keluar rumah, menjaga pola hidup bersih dan sehat, serta menerapkan physical distancing dan mengenakan masker ketika keluar rumah. 

Menurut dia, anjuran itu masih belum dilaksakan dengan baik. Sebab, masih banyak warga yang berkeliaran di luar rumah. "Ini bukan untuk mengekang, tapi untuk kebaikan bersama," kata dia.

Hingga Selasa, tercatat ada penambahan pasien positif Covid-19 di Kota Tasikmalaya dari 11 menjadi 12 pasien. Sementara itu, jumlah orang tanpa gejala (OTG) tercatat 209 kasus, orang dalam pemantauan (ODP) 988 kasus, dan pasien dalam pengawasan (PDP) 20 kasus.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement