REPUBLIKA.CO.ID, Nabi Daud dikaruniai Allah SWT kerajaan yang luas. Kerajaan itu merupakan pemberian dari Raja Thalut setelah Daud berhasil membunuh Jalut. Kekuasaan Daud tak membuatnya lolos dari ujian. Tujuannya, agar sang nabi menjadi hamba yang bertobat.
Kisah Nabi Daud bertobat tertera pada QS Shad: 21-25. Pada satu waktu, Daud kedatangan dua orang tamu asing memanjat mihrab. Ketika masuk menemui Daud, mereka mengaku sedang berperkara satu sama lain. Mereka pun meminta Daud untuk memberi putusan yang adil dan tak menyimpang dari kebenaran.
Salah satu diantaranya berkata jika saudaranya itu memiliki 99 ekor kambing betina. Sementara, dia memiliki hanya satu ekor kambing. Dia pun meminta kambing itu agar menjadi genap 100. Mereka lantas beradu argumen. Pada akhirnya, si pemilik seekor kambing itu kalah dalam berdebat. Merasa benar, dia pun mengajak saudaranya itu menghadap Nabi Daud AS.
"Daud berkata, 'Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan amat sedikit mereka ini."
Nabi Daud lantas sadar kedua orang itu merupakan ujian dari Allah, penguasa alam raya. Dia lantas bertobat kemudian meminta ampun kepada Tuhannya. Allah pun mengampuni Daud dan kesalahannya. Kisah Nabi Daud dan pemilik kambing ini merupakan teguran Allah SWT atas sikap Nabi Daud terhadap seorang perempuan yang hendak dinikahinya. Al-Harasi berkata, para ahli ilmu yang berpandangan para nabi bersih dari dosa-dosa besar menjelaskan tentang kisah Nabi Daud.
Pada satu ketika, Nabi Daud mengajukan lamaran kepada wanita yang sudah dilamar orang lain. Namanya disebut Uria. Hanya, Nabi Daud ternyata belum mengetahui apakah Uria sudah dilamar atau belum saat dia hendak mengajukan lamaran. Sang nabi tidak melakukannya karena memang terpesona dengan sifat atau fisik perempuan itu. Ketika itu, Nabi Daud sudah memiliki istri yang banyak.
Keluarganya lantas cenderung menikah kan Uria kepada Nabi Daud karena memang tidak menghendaki pelamar per tama. Padahal, pelamar itu belum mempunyai istri. Karena itu, menurut Al Harasi, Nabi Daud diingatkan Allah SWT lewat dua orang yang berselisih itu. Mereka sebenarnya merupakan jelmaan malaikat. Al Hirasi pun meriwayatkan Nabi Daud lantas mengurungkan niatnya dan memohon ampunan ke pada Allah SWT.
Dalam versi lainnya, Ibnu Al Arabi menjelaskan, ada riwayat yang mengungkapkan jika Nabi Daud terpikat kepada kecantikan seorang gadis. Hanya, suami wanita itu sedang berperang di jalan Allah SWT. Nabi Daud pun mengirim surat kepada kepala prajurit supaya suami perempuan itu menjadi pasukan pembawa Tabut. Kemungkinannya adalah dia akan terbunuh atau Allah mem beri kemenangan kepada mereka.
Prajurit pembawa Tabut itu pun terbunuh. Ketika masa iddah perempuan itu selesai, Nabi Daud pun melamarnya. Ha nya, ia mengajukan persyaratan kepada Nabi Daud jika ia melahirkan anak lelaki, maka anak tersebut harus menjadi raja se telahnya. Perempuan itu menuliskannya dalam surat dan menjadikan 50 orang lelaki dari Bani Israil sebagai saksi atas pernyataannya.
Dr Zaki bin Muhammad Abu Sari dalam bukunya Di Pintu-Mu aku Bersimpuh menjelaskan, ayat tersebut merupakan ujian terhadap Nabi Daud, bukan karena ma salah perempuan. Menurut dia, kisah yang paling benar adalah Nabi Daud membuat putusan untuk dua orang berperkara itu setelah mendengarkan keterangan dari penuntut sebelum mendengarkan keterangan tertuduh. Pada posisi itu, tindakan yang seharusnya dilakukan adalah mendengarkan keterangan dari keduanya.
Setelah merasa bahwa dirinya berada dalam ujian, Nabi Daud AS menyerahkan diri kepada Tuhannya sambil memohon ampunan, sujud dan kembali kepada- Nya. Allah SWT pun mengampuni dosanya. Na bi Daud kem ba li di mu liakan tempat kembalinya di sisi Allah SWT. Kisah Nabi Daud ini pun menjadi renungan bagi ki ta sebagai umat Nabi Mu hammad SAW jika Nabi Daud pun diuji un tuk menjaga kualitas ke iman an nya. "Apakah manusia itu me ngira bahwa mereka dibiarkan (sa ja) mengata kan, 'Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS al-Ankabut:2).