REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pemerintah Provinsi Aceh mengaku kesulitan untuk mendapatkan sebanyak 30 ribu alat tes cepat (rapid test) terkait Covid-19. Alat rapid test ini dibutuhkan guna melakukan pemetaan dalam upaya pencegahan penyebaran virus yang berasal dari Kota Wuhan, China tersebut.
"Problem kita seperti saya katakan tadi alat rapid test untuk 30 ribu, kita belum menemukan," kata Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah di Banda Aceh, Kamis (16/4).
Ia menjelaskan Pemerintah Aceh telah berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan 30 ribu alat tes cepat, namun hasilnya masih nihil. Kendati demikian pemerintah terus berupaya untuk mendapatkannya.
"Kita sudah mencari ke mana-mana ke semua jaringan, dengan berbagai skenario kita gunakan, yang 30 ribu belum dapat, yang dapat cuma 7.200 kira-kira," katanya, menambahkan.
Nova menyebutkan meskipun alat tes cepat belum didapatkan, tetapi Pemerintah Aceh juga telah merumuskan rencana pelaksanaan tes cepat tersebut guna melihat segmen yang akan diuji secara acak.
"Tetapi diutamakan untuk orang yang terdekat dengan operasionalisasi pencegahan ini, apakah itu petugas medis, apakah petugas keamanan yang ada di sini, apakah itu petugas catering yang ada di rumah sakit, pokoknya orang yang dekat di sana itu yang kita utamakan," katanya.
Nova menegaskan, tes cepat bertujuan untuk pemetaan terkait pencegahan penyebaran Covid-19, bukan sebagai tes final yang dapat disimpulkan bahwa seseorang positif virus corona atau tidak.
"Rapid tes untuk melihat tren atau mapping, bukan final. Seperti lab (laboratorium PCR) ini final. Kalau kecenderungan positif di rapid test, maka akan dikonfirmasi ke sini (laboratorium PCR) disini akan menentukan nanti," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif mengatakan 7.200 alat tes cepat tersebut sedang disalurkan pemerintah ke seluruh daerah di Aceh. Namun, pihaknya belum mengantongi total alat tes cepat yang telah digunakan.
"(Data) sudah ada cuma belum dapat dilaporkan secara lengkap," katanya, menjelaskan.