REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada suatu kabilah Yahudi di Madinah yang berkali-kali mengkhianati Nabi Muhammad SAW. Berkali-kali pula Rasulullah SAW berhasil menangkap dan membuktikan pengkhianatan mereka, tetapi kemudian beliau memaafkan mereka.
Namun, akhirnya mereka berkhianat lagi. Kali ini, Nabi SAW menetapkan hukuman mati bagi mereka.
Maka, seorang demi seorang dari kaum ini berbaris akan menjalani eksekusi. Ketika seorang di antara tawanan itu hampir dipotong lehernya, tiba-tiba Malaikat Jibril turun.
Jibril berkata, "Wahai Muhammad, Tuhanmu menyampaikan salam kepadamu. Ia berpesan agar engkau tidak menghukum tawananmu ini. Ia berakhlak baik, sangat pemurah di tengah kaumnya. Ia suka memberikan makanan, menjamu tamu, sabar menanggung musibah, dan rela berbagi beban dengan orang lain."
Nabi SAW kemudian mendekati tawanan yang dimaksud. Beliau mengatakan, "Malaikat Jibril baru saja datang menceritakan akhlakmu. Kamu dikatakan sangat pemurah, suka memberi makan, menjamu tamu, sabar bila ditimpa musibah, dan gemar menolong orang lain. Jibril membawa pesan itu dari Allah SWT. Maka, aku membebaskanmu sekarang."
Orang Yahudi itu sejenak terkejut, lalu bertanya, "Apakah Tuhanmu menyukai perbuatanku itu?"
"Benar," jawab Nabi SAW.
Seketika, ia mengucapkan dua kalimat syahadat, dan menyatakan diri masuk Islam.
"Demi Allah," kata lelaki yang nyaris dihukum mati itu, "Mulai sekarang, kalau ada orang yang meminta pertolongan kepadaku, maka aku tidak akan menahan hartaku selamanya."
Demikianlah, sifat pemurah ternyata menyelamatkan sang Yahudi dari hukuman dunia. Bahkan, kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dipersaksikan malaikat. Allah Ta'ala kemudian menyinari hatinya dengan hidayah Islam.