REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dosen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Jaka Widada mengembangkan bilik swab dilengkapi HEPA filter. Bilik memudahkan dan melindungi tenaga medis deteksi infeksi Covid-19 pada pasien.
"Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri saat melakukan tes swab pada pasien," kata Jaka, Jumat (17/4).
Menurut Jaka, tenaga kesehatan tidak perlu menggunakan APD karena mereka bekerja dari dalam bilik. Proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien menggunakan sarung tangan yang menonjol ke luar.
Ia berharap, bilik itu tidak cuma membantu dan menghemat APD saat pengujian swab. Bilik ini bisa memberikan kenyamanan petugas kesehatan saat melakukan uji swab, tapi tetap memperhatikan keamanan tenaga kesehatan dan pasien.
"Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD, hanya cukup masker, sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas," ujar pria yang mendapat gelar doktor di University Tokyo tersebut.
Selain itu, bilik dapat mengurangi limbah alat medis dan siasati kekurangan perlengkapan medis. Sekaligus, menjadi solusi alternatif bagi tenaga-tenaga kesehatan di tengah-tengah keterbatasan APD.
Bilik didesain berukuran 90x90 Sentimeter dengan tinggi dua meter, badan dari bahan alumunium panel composit (APC) ketebalan tiga milimeter. Dilengkapi pintu bagian belakang dan bagian depan memakai kaca setebal enam milimeter.
Terdapat dua lubang yang dipasang sarung tangan panjang standar medis yang dilengkapi handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa. Idealnya, badan bilik berbahan stainless steel tapi terkendala biaya mahal.
Sedangkan, penggunaan kayu tidak memungkinkan dan dengan bahan GRC Board kurang cocok bila dibersihkan disinfektan. Namun, Jaka menekankan, walau berbahan murah, kualitas bilik swab tetap terjaga dan sesuai standar medis.
HEPA Filter
Bilik turut dilengkapi HEPA filter yang biasa dipakai membuat ruangan bersih dan steril seperti laboratorium. Bilik diberi pencahayaan dan blower, dan dilengkapi amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.
Desain bilik bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk dipindah tempatkan dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat.
Melalui bilik swab ini, kemanan baik untuk petugas medis maupun pasien juga terjaga. Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.
"Jadi saat ada pasien baru datang untuk diswab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru," kata Jaka.
Pembuatan bilik terinspirasi video petugas kesehatan di Korea Selatan yang uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Jaka turut berdiskusi dengan istri yang merupakan dokter spesialis THT dan biasa uji swab saat periksa pasien.
"Latar belakang saya mikrobiologi, lebih dari 35 tahun belajar tentang bakteri, jamur, virus dan lainnya, sehingga familiar tentang karakteristik virus seperti apa dan membuat ruang bebas kuman seperti apa," ujar Jaka.
Ia menyampaikan, dana pembuatan bilik ini berasal dari donasi masyarakat. Termasuk, lewat grup Whatsapp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiai kolega Jaka di UGM, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rimawan Pradiptyo.
Untuk membuat satu unit bilik swab habiskan biaya sekitar Rp 8 juta. Dalam proses produksi, ia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta dan sementara ini kapasitas produksi masih terbatas sebanyak 10-15 unit per pekan.
"Saat ini kami akan segera membuat lima bilik swab lagi yang nantinya akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19," kata Jaka.
Bilik swab yang dikembangkan Jaka ini tidak hanya menjadi alternatif solusi dalam mengatasi krisis APD. Inovasi yang dikembangkan juga telah dilirik Gugus Tugas Covid-19 Nasional untuk kerja sama produksi secara masal.
"Harapannya, bilik swab ini mampu menginspirasi generasi muda untuk berinovasi mengembangkan yang lebih bagus lagi untuk bersama-sama menanggulangi Covid-19," ujar Jaka.