REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA mengatakan, di bulan Ramadhan banyak sekali tradisi berkembang di tengah masyarakat yang masih asli dan merupakan perintah langsung syariat Islam. Namun ada juga tradisi yang bukan perintah langsung syariat Islam yang keduanya dikerjakan di bulan Ramadhan.
"Di antara tradisi itu ada yang hukumnya wajib, seperti melakukan ibadah puasa itu sendiri. Dan ada yang hukumnya sunnah, seperti makan sahur, mempercepat berbuka (ifthar), memberi makan orang yang berbuka, dan juga shalat tarawih," kata Ustaz Ahmad di dalam bukunya Ramadan antara Syariat dan Tradisi.
Ia menuturkan, selain yang khusus disunnahkan hanya di dalam bulan Ramadhan, juga disunnahkan banyak amalan-amalan lain yang disunnahkan di bulan lainnya. Namun bila dikerjakan di dalam bulan Ramadhan, maka pahalanya akan menjadi jauh lebih besar seperti di antaranya makan sahur.
Tradisi makan sahur dan berbuka puasa adalah tradisi yang punya landasan syar’i yang kuat. Para ulama sepakat bahwa disunnahkan bagi mereka yang berniat untuk berpuasa keesokan harinya, agar malam sebelumnya dia bangun untuk makan sahur.
Ustaz Ahmad mengatakan, adapun dasar rujukan syar'i tentang disyariatkannya makan sahur sebelum berpuasa adalah beberapa hadits Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Makan sahurlah, karena sahur itu barakah." (HR Bukhari dan Muslim) .
Dari Abu Zarr Al-Ghifari radhiyallahuanhu, Rasulullah SAW bersabda: "Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur.” (HR Ahmad)”.
“Mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak siang agar kuat sholat malam.” (HR. Ibnu Majah).
Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sahur itu barakah, maka janganlah kalian tinggalkan meski hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.” (HR Ahmad).
Sementara itu, kata Ustaz Sarwat tradisi yang bukan perintah langsung syariat dan perlu diluruskan di antaranya adalah membangunkan sahur dengan keliling kampung. Ia mengatakan semangat bangun malam untuk makan sahur sebenarnya merupakan tradisi yang baik, karena didasarkan pada dalil-dalil syar'i yang valid.
"Namun kadang muncul tradisi bawaan yang sifatnya lokal. Misalnya kebiasaan pada sementara kalangan untuk berkeliling membangunkan orang sahur dengan membawa berbagai macam bunyi-bunyian," katanya.
Barangkali, kata dia, niatnya mulia, yaitu membangunkan orang agar tidak kesiangan makan sahur. Akan tetapi kalau kurang hati-hati dalam pelaksanaannya, adakalanya tradisi itu bisa berubah menjadi makruh bahkan sampai ke titik haram.
Misalnya ketika tradisi itu dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Salah satunya dengan cara berteriak-teriak dengan memukul-mukul benda bersuarakeras dan arak-arakan keliling kampung bukan pada jam sahur, misalnya masih jam 02.00 pagi. Sebab boleh jadi pada jam itu orang masih istirahat tidur atau malah sedang melakukan shalat tahajud.
"Kalau diganggu dengan suara-suara seperti itu, maka niat baik membangunkan orang makan sahur berubah menjadi kegiatan mengganggu orang tidur dan orang yang sedang ibadah," katanya.
Namun, kata dia, akan lebih tepat kalau membangunkan sahur dengan mengirim sms, menelpon, atau mengetuk pintu rumah yang dikhawatirkan belum bangun pada jam yang seharusnya makan sahur. Dan kalau mau merujuk kepada praktik aslinya, membangunkan sahur di masa Rasulullah SAW tidak lain adalah dengan dikumandangkannya adzan.
"Perlu diketahui bahwa di masa Rasulullah SAW ada dua kali adzan pada saat menjelang terbit fajar. Adzan yang pertama, bukan adzan yang menandakan datangnya waktu shubuh," katanya.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa adzan ini salah satu fungsinya membangunkan orang untuk sholat malam, atau untuk makan sahur. Sedangkan adzan pertanda masuknya waktu shubuh dilakukan setelah terbit fajar, yaitu adzan yang kedua.