Selasa 28 Apr 2020 19:52 WIB

DPRD DIY: Harus Ada Protap Jelas di Tempat Berisiko Tinggi 

Banyak masyarakat di tempat berisiko tinggi tidak memperhatikan protokol kesehatan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Pedagang bertransaksi dengan jarak aman yang dipasang oleh pengelola Pasar Beringharjo di los sayuran saat pandemi virus corona, Yogyakarta, Selasa (21/4). Pemasangam jarak 50 centimeter ini untuk menjaga jarak aman dari penularan virus corona
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Pedagang bertransaksi dengan jarak aman yang dipasang oleh pengelola Pasar Beringharjo di los sayuran saat pandemi virus corona, Yogyakarta, Selasa (21/4). Pemasangam jarak 50 centimeter ini untuk menjaga jarak aman dari penularan virus corona

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan, saat ini pusat perbelanjaan seperti pasar tradisional hingga mal sudah mulai aktif kembali. Sehingga, saat ini tempat-tempat tersebut sudah mulai ramai. 

Hal ini dikarenakan adanya desakan ekonomi masyarakat yang sudah lama tinggal di rumah. Sementara, banyak masyarakat di tempat berisiko tinggi tersebut tidak memperhatikan protokol kesehatan yang seharusnya dilakukan. 

Tentunya, hal tersebut dapat menjadi tempat terjadinya penyebaran virus di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Untuk itu, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY diminta tidak hanya melakukan imbauan kepada masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan. 

Namun, juga harus membuat protokol tetap (protap) yang jelas guna adanya tindakan tegas dalam penegakan protokol kesehatan. Terutama di tempat-tempat keramaian dan tempat beresiko tinggi. 

"Masalahnya adalah protap kesehatan banyak tidak diperhatikan. Banyak warga tidak pakai masker, tidak jaga jarak, tidak cuci tangan. Sehingga sangat rawan terjadi penularan Covid-19," kata Huda dalan keterangan resminya, Selasa (28/4).  

Pihaknya meminta agar Pemda DIY menerjukan aparat keamanan di berbagai tempat beresiko tersebut. Yakni dalam hal melakukan peringatan dan tindakan persuasif agar masyarakat disiplin terhadap protokol kesehatan yang harus dilakukan di tengah pandemi Covid-19 ini. 

"Saat ini seolah dilakukan pembiaran, paling hanya diimbau melalui pengeras suara di beberapa pasar," ujarnya. 

Walaupun begitu, ia mengapresiasi dengan adanya penutupan akses yang khusus terhadap pemudik yang masuk ke DIY. Terutama pemudik dari zona merah Covid-19. 

Menurutnya, langkah tersebut sudah mulai memperlihatkan keseriusan Pemda DIY dalam mencegah terjadinya penularan yang dapat dibawa oleh pemudik. Namun, tetap saja hal tersebut harus didukung dengan tidak hanya menutup akses bagi pemudik saja. 

Sebab, saat ini di DIY sudah ada kasus transmisi lokal atau sudah ada penularan di DIY itu sendiri. Sehingga, protap di di tempat-tempat beresiko tersebut harus dilakukan segera. Terlebih, kasus positif terpapar Covid-19 ini terus meningkat di DIY. 

"Jika tidak ada tindakan tegas dan masif, dikhawatirkan akan ada penambahan kasus positif yang sangat banyak. Ini yang tidak kita harapkan. Dusun-dusun di mana ada warga yang positif atau PDP juga harus diperlakukan khusus. Jangan dibiarkan saja berjalan tanpa arahan dan protab yang jelas," katanya. 

Seperti diketahui, pemudik yang masuk ke DIY diminta untuk putar balik, terutama yang dari zona merah Covid-19. Kebijakan putar balik bagi pemudik ini sudah diterapkan sejak Ahad (26/4) lalu.

Pengawasan dan pemeriksaan pemudik ini dilakukan di tiga titik wilayah perbatasan yakni Tempel, Sleman, perbatasan Prambanan dan di Kulon Progo. Sejak diterapkan, sudah ada 16 kendaraan yang akan memasukin DIY diminta putar balik.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Tavip Agus Rayanto mengatakan, kendaraan pemudik yang diminta putar balik ini didasarkan tidak hanya pada plat nomor kendaraan saja. Bahkan, sudah ada belasan kendaraan pemudik yang diminta untuk putar balik sejak kebijakan ini diterapkan.

"Kita akan tetap melakukan tracking setiap kendaraan apakah ada riwayat perjalanan dari zona merah. Bisa dilakukan juga pemeriksaan KTP yang bersangkutan," katanya, Senin (27/4).

Ia menjelaskan, pemerintah pusat hanya memperbolehkan kendaraan untuk putar balik jika daerah tersebut sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sementara, DIY sendiri hingga saat ini belum menerapkan PSBB dan masih berstatus tanggap darurat bencana Covid-19.

"Meskipun DIY belum menyandang status PSBB, segala upaya tetap dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19," ujarnya.  

Untuk itu, perlu adanya payung hukum yang jelas sebagai dasar untuk menerapkan kebijakan ini. Sebab, kata Tavip, ada beberapa pengendara yang tidak menerima kebijakan ini karena tidak adanya payung hukum yang jelas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement