REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan BUMN sektor penerbangan ini sangat membutuhkan relaksasi keuangan. Terlebih saat ini bisnis penerbangan sangat terdampak karena pandemi virus corona atau Covid-19.
“Kami ada sedikit masalah mungkin publik juga tahu kalau kami ada jatuh tempo utang sekitar 500 juta dolar AS sehingga kami butuh bantuan keuangan relaksasi dari perbankan,” kata Irfan dalam rapat dengar pendapat secara virtual bersama Komisi VI DPR, Rabu (29/4).
Irfan menjelaskan, pandemi Covid-19 menjadi pukulan terbesar bagi Garuda Indoneisa. Padahal, Irfan mengatakan sudah merencanakan pada awal 2020 akan melanjutkan hasil positif yang sudah didapatkan pada 2019 namun terhenti karena pandemi Covid-19.
Meskipun begitu, Irfan memastikan sudah melakukan sejumlah upaya agar dapat bertahan. “Management Garuda sudah prediksi andaikan situasi ini berkelanjutan sampai Desember 2020,” ujar Irfan.
Pertama, kata dia, Garuda sudah menunda pembayaran kepada pihak ketiga karena memiliki kewajiban yang cukup besar. Sebab, Irfan mengatakan jika mengalami masalah terhadap Garuda Indonesia maka juga akan memberikan dampak kepada anak usaha Garuda Indonesia seperi GMF Aero Asia dan lainnya.
“Ini magnitudo total hampir 25 ribu karyawan sehingga kami harus pastikan Garuda tetap berlangsung sehingga kami tunda pembayaran kepada pihak ketiga,” ujar Irfan.
Irfan menuturkan Garuda juga sudah memilih untuk menunda gaji karyawan, direksi, komisaris, dan insentif tahunan namun tetap berkomitmen tetap memberikan tunjangan hari raya (THR). Hal tersebut dipastikan akan dilakukan meski Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah mengimbau tidak membayar THR bagi direksi dan komisaris.