REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diperkirakan sebanyak 15 juta akun pengguna e-commerce Tokopedia diretas. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga sistem IT di Tokopedia tidak cukup andal sehingga gampang diretas oleh pihak lain. Termasuk menduga adanya sindikat jual beli data konsumen Tokopedia.
"Oleh karena itu YLKI mendesak, pihak Tokopedia, untuk memberikan klarifikasi kepada publik terkait sistem atau teknologi yang dipakai dalam perlindungan data pribadi," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi saat dihubungi Republika.co.id. Ahad (3/5).
Tulus mempertanyakan, apakah sistem perlindungan data pribadi di Tokopedia digaransi oleh pihak ketiga atau tidak. YLKI juga mempertanyakan berapa lapis sistem keamaman perlindungan data pribadi yang digunakan Tokopedia.
Kemudian terkait jual beli data, jika memang tidak ada jual beli data yang dilakukan oleh manajemen, maka Tokopedia harus bisa menyakinkan konsumennya.
"YLKI baru menerima pengaduan dari konsumen, bahwa ia menerima tagihan dari dari toko mata uang bath. Padahal, konsumennya tidak pernah ke Thailand," keluh Tulus.
Tulus menegaskan, jika ada konsumen yang dirugikan akibat kebocoran data ini, maka Tokopedia harus berani bertanggung jawab. Yaitu dengan memberikan ganti rugi kompensasi kalau sampai konsumen tertipu atau melakukan transaksi karena ada tagihan, padahal Konsumen tidak mmelakukanya.
Kemudian, pemerintah juga harus turun tangan memberikan teguran kepada Tokopedia jika terbukti bersalah. "YLKI meminta Pemerintah untuk turun tangan dalam kasus peretasan sistem IT di Tokopedia, guna memberikan perlindungan dan rasa aman konsumen," tegas Tulus.
Sebelumnya, VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak, mengakui, ada upaya peretasan. Namun, perusahaan meyakinkan bahwa data para pengguna tetap aman.
Menurutnya, Tokopedia memastikan informasi penting pengguna seperti password, tetap berhasil terlindungi. Tokopedia juga sudah melakukan investigasi sebagai upaya untuk menindaklanjuti kejadian ini.
Hingga berita ini ditulis, Tokopedia belum memberikan kabar lebih lanjut tentang kebocoran data ini. "Saat ini, kami terus melakukan investigasi dan belum ada informasi lebih lanjut yang dapat kami sampaikan," kata Nuraini.