Pembatasan Pasar Hewan di China Dikhawatirkan Marakkan Perdagangan Gelap
Para pegiat binatang di China mengatakan pembatasan penjualan hewan di pasar resmi seperti di kota Wuhan, yang diduga kuat menjadi sumber awal penyebaran virus corona, malah akan meningkatkan perdagangan gelap yang susah dipantau.
- Dua pertiga kasus awal COVID-19 terkait dengan pasar basah di Wuhan
- Di akhir Februari, China melarang penangkapan, penjualan dan menyantap binatang liar
- Para aktivis berharap larangan akan jadi aturan hukum, meski khawatir berubah jadi pasar gelap
Mereka berharap pandemi virus yang terjadi di seluruh dunia akan membuat warga China pada umumnya menentang kebiasaan makan daging binatang liar.
Di bulan Mei ini, China akan menyelenggarakan Sidang Parlemen Tahunan, dimana besar kemungkinan hukum mengenai perdagangan binatang liar akan disahkan.
Namun ada kekhawatiran jika aturan hukum saja tidak akan cukup kuat.
Australia dan beberapa negara Barat sudah mendesak agar ada penyelidikan independen bagaimana virus corona mulai merebak di Wuhan, serta tanggapan Pemerintah China saat itu.
Pasar yang menjual binatang liar di Wuhan yang dikenal dengan pasar basah menjadi pusat perhatian dunia karena kasus awal corona berasal dari sana.
Dua pertiga pasien yang masuk ke rumah sakit di Wuhan, pada awalnya adalah mereka yang pernah berhubungan dengan Pasar Makanan Laut Huanan.
Para ilmuwan sedang berusaha mengungkapkan awal virus COVID-19, namun penjelasan hingga saat ini mengatakan virus itu melompat dari hewan ke manusia, kemungkinan besar dari kelelawar.
Paling tidak ada satu orang pedagang di Pasar Huanan yang menjual berbagai binatang liar termasuk serangga, burung merak, dan landak.
Permintaan binatang liar tinggi di China
Xu Yuexin sudah lama menjadi aktivis menentang penjualan bintang liar di Guangdong, salah satu provinsi yang paling padat penduduknya di China.
"Saat ini, para penjual binatang liar sangat berhat-hati. Mereka hanya mau menjual dengan orang yang mereka kenal," katanya kepada ABC.
"Mereka tidak mau menjual kepada orang asing."
Selama bertahun-tahun, Yuexin menghabiskan waktunya untuk mencari dan melaporkan para penjual binatang terancam punah yang berjualan di pasar basah atau restoran di Guandong, sejak adanya wabah SARS di tahun 2003.
SARS, yang memiliki gejala yang sama dengan COVID-19, yang juga bagian dari virus corona, berasal dari musang pohon.
Musang pohon yang suka memanjat pohon kelapa ditemukan dijual di pasar Guangdong saat itu.
"Ada beberapa pedagang burung dan belasan keluarga mereka datang ke rumah dan memecahkan jendela kaca. Banyak yang mengancam saya," katanya.
Dia merekam restoran di Guangdong yang menjual musang pohon ini.
"Banyak orang yang percaya bahwa binatang liar ini aman untuk dimakan," katanya menjelaskan.
"Alasannya karena bintang liar ini tidak disuntik dengan antibiotik atau hormon seperti ternak biasa."
Liu Jianping, seorang staf di Pusat Pemantauan dan Pencegahan Penyakit di Shenzhen mengatakan sebenarnya daging ayam, sapi, babi dan makanan laut sudah cukup tersedia di China.
"Tidak ada bukti bahwa daging dari binatang liar lebih bergizi dari daging ayam, sapi atau babi," kata Liu seperti dikutip koran local Shenzhen Daily.
Isobel Zhang dari kelomnpok penyayang bintang ACTAsia mengatakan ada beberapa alasan mengapa orang memilihi menyantap binatang liar.
"Saya kira mereka yang menyantap binatang liar merasa menemukan sesuatu. Ini bagian dari budaya," kata Zhang.
"Setelah adanya wabah, saya memperkirakan permintaan akan bintang liar akan menurun tajam karena warga menyadari bahwa virus itu bisa masuk ke manusia lewat kontak yang dekat."
China menolak kemarahan Barat
Para pejabat di Beijing menolak kemarahan Australia terkait pembukaan kembali pasar basah yang diizinkan lagi beroperasi di pertengahan bulan April.
Pejabat China mengatakan mayoritas pasar di China hanya menjual makanan laut atau ayam dan tidak menjual binatang hidup lainnya.
Mereka mengaku Pasar Makanan Laut Huanan yang juga menjual binatang liar dan menjadi asal virus di Wuhan tidak termasuk yang dibuka kembali.
Para pegiat binatang senang ketika pemerintah China mengeluarkan sejumlah larangan sementara di akhir Februari, seperti larangan menangkap, menjual dan menyantap binatang liar.
Mereka berharap tindakan larangan ini akan djjadikan "hukum" perdagangan binatang liar di bulan Mei.
"Di masa lalu, hukum tidak menjatuhkan hukuman berat terhadap mereka yang memakan dan menjual. Nilai kriminalnya sangat rendah," kata Shan Dhai, seorang relawan di kelompok hak binatang GDTB di Guangzhou.
"Keputusan baru ini jelas memberikan petunjuk apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, juga memberikan penjelasan mengapa hal ini harus dilakukan."
Pelarangan bisa meningkatkan perdagangan gelap
Sebgian pihak menilai meski ada akan hukum yang mengatur soal ini nantinya, besar kemungkinan perdagangan bintang-binatang liar dan resikonya terhadap kesehatan manusia akan hilang begitu saja.
Binatang seperti tenggiling (pangolin) yang sudah hampir punah sekarang sudah masuk dalam daftar binatang terlarang untuk dimakan di China, namun kulitnya masih banyak dicari, karena dianggap berkhasiat tinggi dalam pengobatan China.
Hukum yang ada sekarang masih memperbolehkan penggunaan binatang liar untuk "penelitian ilmiah, obat-obatan, dan pajangan", namun banyak yang melihat binatang itu diperdagangkan untuk dimakan.
Bila hukum tidak cukup kuat, ada kemungkinan mereka yang masih suka menyantap binatang liar akan menghadapi kemarahan publik.
"Sekarang ini ada tekanan yang begitu kuat dari publik dan media," kata Shan Dai.
"Bila seseorang berani menjual binatang liar, mereka bisa kehilangan seluruh harta keluarga," katanya.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.