REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan penerimaan negara di sektor migas pada tahun ini tak akan tercapai. Selain karena dampak pandemi Covid-19, anjloknya harga minyak membuat target penerimaan negara tak akan tercapai.
Arifin menjelaskan pihaknya merevisi target penerimaan minyak dan gas (migas) dari sebelumnya yang sebesar Rp 192,04 triliun menjadi Rp 100,16 triliun. Meski sudah direvisi targetnya, hingga akhir tahun Arifin mengatakan pendapatan negara akan hanya mencapai Rp 86,33 triliun.
“Asumsi kami dengan kondisi yang pesimistis, itu diperkirakan hanya mencapai Rp 86,33 triliun sampai dengan akhir 2020 dari realisasi tersebut,” ujar Arifin dalam Rapat Daring bersama Komisi VII DPR, Senin (4/5).
Arifin menjelaskan hingga 30 April ini penerimaan migas baru mencapai Rp 42,87 triliun. Penurunan pendapatan ini dikarenakan adanya depresiasi rupiah dan penurunan harga minyak.
"Sebagai contoh, jika ICP sebesar 40 dolar per barel, maka PNBP migas mencapai Rp 58,11 triliun. Namun jika ICP 20 dolar per barrel maka PNBP akan mencapai Rp 9,93 triliun," jelas Arifin.
Demikian juga sensitivitas pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Arifin menjelaskan, jika rupiah 14 ribu per dolar AS, maka PNBP migas mencapai Rp 35,12 triliun. Dan jika rupiah melemah menjadi 18 ribu per dolar AS, maka PNBP migas mencapai Rp 55,89 triliun.
"Sementara untuk sensitivitas ICP, per 1 dolar per barel, akan berdampak perubahan penerimaan negara sebesar Rp 3,5 triliun. Begitu juga setiap perubahan kurs Rp 100, akan berdampak pada perubahan penerimaan negara sebesar Rp 0,7 triliun," paparnya.