REPUBLIKA.CO.ID -- Imam Syafi‘i pernah mengusulkan kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, pada hari-hari akhir hidup khalifah tersebut, agar mengangkat Imam Hanbali menjadi qadhi di Yaman.
Tetapi Imam Hanbali menolaknya dan berkata kepada Imam Syafi‘i, ''Saya datang kepada Anda untuk mengambil ilmu dari Anda, tetapi Anda malah menyuruh saya menjadi qadhi untuk mereka.''
Setelah itu pada tahun 195 H, Imam Syafi‘i mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah al-Amin, tetapi lagi-lagi Imam Hanbali menolaknya.
Suatu hari, Imam Syafi‘i masuk menemui Imam Ahmad dan berkata, ''Engkau lebih tahu tentang hadis dan perawi-perawinya. Jika ada hadis shahih (yang engkau tahu), maka beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang shahih.''
Imam Syafi‘i juga berkata, ''Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara’, lebih faqih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hanbal.''
Abdul Wahhab al-Warraq berkata, ''Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad bin Hanbal''. Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?''
Al-Warraq menjawab, ''Dia seorang yang jika ditanya tentang 60 ribu masalah, dia akan menjawabnya dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, 'Telah disampaikan hadis kepada kami’.''
Sementara Ahmad bin Syaiban berkata, ''Aku tidak pernah melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang yang lebih besar daripada kepada Ahmad bin Hanbal. Dia akan mendudukkan beliau di sisinya jika menyampaikan hadits kepada kami. Dia sangat menghormati beliau, tidak mau berkelakar dengannya.'' Padahal seperti diketahui bahwa Yazid bin Harun adalah salah seorang guru beliau.
BACA JUGA:
Kisah Imam Hanbali, Sang Pemegang Teguh Hadis Nabi Muhammad SAW