REPUBLIKA.CO.ID, Imam Ahmad bin Hanbal diketahui memiliki putri yang salihah. Seringkali sang imam menuturkan keutamaan, kezuhudan, ketakwaan, kecerdasan dan kebaikan Imam Syafi’i kepada putrinya. Wajar saja karena Imam Ahmad berguru dengan ulama besar bernama asli Muhammad bin Idris bin al-`Abbas bin `Utsman bin Syafi.
Satu kali, Imam Ahmad mengundang Imam Syafi'i ke rumahnya. Dia menyiapkan hidangan dan kamar khusus untuk gurunya tersebut. Sesampainya di rumah Imam Ahmad setelah shalat Isya, Imam Syafi'i langsung diajak Imam Ahmad untuk makan malam. Imam Syafii makan dengan tenang dan lahap. Setelah berbincang sebentar, dia masuk ke kamar yang disiapkan untuknya dan merebahkan badan.
Sesampainya tiba waktu Subuh, Imam Syafi'i bangkit. Dia langsung menuju masjid bersama Imam Ahmad untuk shalat berjamaah. Imam Ahmad mempersilakan Imam Syafi’i menjadi imam. Namun, dia menolaknya dan mempersilakan Imam Ahmad untuk mengimami shalat berjamaah.
Usai shalat Subuh, kedua imam itu beriktikaf di masjid sampai tiba waktu Dhuha. Setelah shalat Dhuha, mereka kembali ke rumah Imam Ahmad. Imam Syafi’i kembali ke kamar yang disediakan sementara Imam Ahmad menemui putrinya.
Saat bertemu ayahnya, putri Imam Ahmad mengkritik tiga hal yang ditemuinya dari Imam Syafi’i. Pertama, beliau makan banyak sekali. Kedua, setelah masuk kamar dia langsung merebahkan badan dan tidur. Ternyata, Imam Syafi’i juga tidak melakukan shalat malam. Padahal, shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shaleh. Ketiga, begitu bangun tidur ia langsung ke masjid untuk shalat Subuh tanpa mengambil wudhu.
Meski tak mau berprasangka buruk kepada gurunya, Imam Ahmad menjadi bingung. Saat itu, ia menemui Imam Syafi’i untuk meminta penjelasan tentang pertanyaan putrinya. Mendengar itu, Imam Syafi’i tersenyum. Dia menjelaskan, memang dia makan banyak. Namun itu ada alasannya. Imam Syafi’i tahu makanan yang dihidangkan halal. Dia juga tahu Imam Ahmad adalah orang yang pemurah dan dermawan. Karena itu, Imam Syafi’i memakan sebanyak-banyaknya. Menurut Imam Syafi’i, makanan halal banyak berkahnya. Berbeda dengan makanan bakhil yang banyak penyakitnya.
Mengenai shalat malam, Imam Syafi’i mengaku tidak shalat malam karena begitu meletakkan kepala di atas bantal seolah kitab Allah dan sunnah Rasulullah SAW digelar di depan matanya. Dia menelaahnya semalam suntuk. Hasilnya, Imam Syafi’i berhasil memecahkan tujuh puluh dua masalah fiqih yang bermanfaat bagi kaum Muslimin. Terakhir, Imam Syafi’i tidak shalat Subuh tanpa berwudhu karena masih suci. Dia ternyata tidak memejamkan mata sedikit pun. Dia masih memiliki wudhu sejak shalat Isya. Dia pun shalat tanpa mengulang wudhu. (Dikutip dari Di Atas Sajadah Cinta karya Habiburrahman El Shirazy)