Senin 11 May 2020 05:39 WIB

Senantisa Istighfar di Waktu Sahur

Yang dimaksud “di waktu sahur” itu adalah di akhir malam.

Istighfar (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Istighfar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Setidaknya ada dua ayat di dalam Alquran yang berbicara tentang beristighfar di waktu sahur. Pertama.  “Merekalah orang-orang yang penyabar, jujur, tunduk, rajin berinfak, dan rajin istighfar di waktu sahur.” (QS. Ali Imran/3: 17). Kedua, “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. al-Dzariyat/51: 18).

Menurut pengarang Tafsir Jalalain, yang dimaksud “di waktu sahur” itu adalah di akhir malam. Menurutnya, waktu istighfar disebutkan di dalam ayat itu secara khusus, karena pada waktu itulah orang biasa lengah dan tidur nyenyak. Dapat diduga, inilah yang membuat waktu sahur memiliki keutamaan untuk memohon ampun. 

Sedangkan ucapan istighfar yang dibaca oleh mereka yang di akhir-akhir malam memohon ampun kepada Allah SWT, menurut pengarang Tafsir Jalalain lagi, adalah “Allahummaghfir Lana” (Ya Allah ampunilah kami). Di sini terlihat etika berdoa: meminta ampun untuk bersama. Tidak dikatakan, “Allahummaghfir Li” (Ya Allah ampunilah aku).

Bagi Syaikh Nawawi Banten, seperti diungkapkannya dalam karya magnum-opus-nya, yakni Tafsir Munir, sighat istighfar itu bisa apa saja. Inilah kemurahan para ulama agar tidak membuat berat umat. Misalnya mengucapkan, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami.” (QS. Ali Imran/3: 16).

Terkait istighfar di waktu sahur, Nabi SAW memperkuat, “Pada setiap malam, Allah SWT turun ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga malam terakhir.  Allah berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri. Dan Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku akan aku ampu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mengenai berapa kali istighfar dipanjatkan, Nabi SAW menjelaskan, “Demi Allah, sesunguhnya aku beristighfar (memohon ampun) kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Bukhari). Dalam hadits lain, “…Sesungguhnya aku bertaubat sebanyak seratus kali dalam satu hari.” (HR. Muslim). 

Kedua hadits ini memberi pelajaran agar kita beristighfar lebih banyak dari yang Nabi SAW lakukan. Dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim).

Aisyah berkata, “Rasulullah SAW biasa shalat sehingga kakinya pecah-pecah. Kemudian aku bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Engkau melakukan hal ini padahal Engkau telah diampuni dosa yang telah lalu dan akan datang?” Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah Engkau suka aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Muslim).

Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam Lubab al-Hadits mengutip hadits Nabi SAW mengenai buah memohon ampun. Pertama, “Istighfar itu dapat memakan dosa-dosa, seperti halnya api dapat memakan kayu bakar kering”. Kedua, banyak istighfar itu dapat mendatangkan rezeki. Ketiga, “Setiap sesuatu itu memiliki perhiasan, dan persiapan dosa adalah istighfar”. 

Dalam konteks kekinian, kita yakin istighfar juga akan melenyapkan Corona. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang senantiasa istighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kesedihan yang menderanya, jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya, dan Allah memberinya rezeki yang tidak ia sangka-sangka.” (HR. Abu Daud).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement