Rabu 13 May 2020 11:30 WIB

Ahli Medis Sarankan Iran Tak Buka Masjid

Iran disarankan ahli medis tak buka masjid.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Ahli Medis Sarankan Iran Tak Buka Masjid. FOto: Sukarelawan mengenakan masker membantu menjahit seprei untuk kasur rumah sakit. Para wanita relawan bekerja dari masjid di Teheran, Iran, Ahad (5/4). Iran sedang melawan Covid-19 yang cukup memukul negara tersebut.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Ahli Medis Sarankan Iran Tak Buka Masjid. FOto: Sukarelawan mengenakan masker membantu menjahit seprei untuk kasur rumah sakit. Para wanita relawan bekerja dari masjid di Teheran, Iran, Ahad (5/4). Iran sedang melawan Covid-19 yang cukup memukul negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pembukaan kembali beberapa masjid di Iran telah dilaksanakan. Namun ahli medis Iran, Dr. Kamiar Alaei menyatakan, seharusnya negara tidak membuka kembali masjid dalam masa krisis covid-19.

"Tidak ada masjid yang harus dibuka kembali sekarang karena kasus Covid-19 meningkat lagi, setelah penurunan sementara," kata Dr. Alaei, salah satu pendiri pusat pertama Iran untuk kasus HIV/AIDS dan pengguna narkoba, dilansir Al Arabiya, Rabu (13/5).

Baca Juga

Sebelumnya pemerintah Iran menutup masjid pada pertengahan Maret. Akan tetapi menghentikan  keputusannya pada Selasa (12/5) untuk sementara. Mereka membuka masjid untuk malam suci bulan ramadhan, lailatul qadar.

Pejabat Iran memperingatkan kemunduran perihal Covid-19, jika pedoman kesehatan tidak sepenuhnya dipatuhi oleh publik. Hal tersebut ia sampaikan setelah adanya laporan 45 kematian baru pada Senin (11/5). Namun keesokan harinya, pemerintah membuka kembali beberapa masjid untuk lailatul qadar.

"Masjid seharusnya dibuka ketika tren menurun secara konsisten selama dua pekan berdasarkan data yang akurat, setidaknya di kota-kota yang ditargetkan," kata Dr. Alaei.

Lebih dari 110 ribu kasus virus corona dan 6.733 kematian telah dicatat di Iran. Beberapa bagian negara itu, seperti provinsi barat daya Khuzestan, melaporkan tren peningkatan infeksi dan kematian virus corona.

Menurut dia, pembukaan kembali masjid menempatkan Iran pada risiko untuk virus corona kedua. Ini dapat diamati tiga pekan kemudian.

"Di masjid, orang-orang duduk dan berdiri berdampingan untuk shalat bersama, dan dapat melakukan berjabat tangan atau membaca buku-buku suci atau doa. Ini dapat meningkatkan risiko penularan," kata dia.

Dr. Alaei menyarankan, agar negara membuka selangkah demi selangkah, dan pada tahap pertama pembukaan kembali diikuti oleh pemantauan selama dua pekan. Kemudian ada periode menunggu untuk memastikan jumlah kasus tidak lagi melonjak.

"Jika kasus berkurang secara konsisten atau tidak meningkat, maka pemerintah dapat melangkah ke langkah berikutnya. Tapi yang pasti, membuka masjid bukanlah langkah pertama," kata Dr. Alaei.

Menurut kantor berita Tasnim, Iran membuka kembali masjid di 132 kota pekan lalu di zona putih. Zona tersebut merupakan daerah-daerah yang dicirikan oleh pemerintah berisiko rendah untuk Covid-19.

Pemerintah menggunakan sistem kode warna untuk mengklasifikasikan risiko virus dari berbagai daerah di negara itu. Menurut Dr. Alaei, penilaian itu menimbulkan banyak pertanyaan.

"Pertanyaan pertama adalah bagaimana pemerintah menentukan dan membedakan dengan keyakinan yang memadai tentang risiko yang berbeda antar kota? Yang kedua, bagaimana pemerintah memastikan orang tidak bergerak di antara kota-kota yang rendah, sedang, atau berisiko tinggi, seperti bepergian untuk beberapa upacara keagamaan?" tanya Dr. Alaei.

Kementerian kesehatan Iran menyatakan, para jamaah harus mengenakan masker dan sarung tangan saat mengunjungi masjid. Kemudian mereka hanya bisa tinggal selama 30 menit selama waktu shalat.

Keputusan Iran untuk membuka kembali masjid dianggap sebuah anomali di antara negara-negara Timur Tengah lainnya. Negara lain telah menutup masjid dan meminta orang untuk shalat di rumah selama bulan suci Ramadhan. Sementara Arab Saudi telah menangguhkan semua shalat di masjid-masjid, dan di Uni Emirat Arab, masjid-masjid juga tetap ditutup.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement