REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Kunta Wibawa Dasa, mengatakan, besaran iuran BPJS Kesehatan seharusnya lebih tinggi dibandingkan tarif terbaru. Dalam hal ini besaran iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) atau kerap disebut sebagai peserta mandiri.
Kunta menjelaskan, berdasarkan perhitungan aktuaria, besar iuran PBPU dan BP kelas satu seharusnya Rp 286.085. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang baru diresmikan, iuran untuk kelas satu sebesar Rp 150 ribu.
"Tapi, kami tidak menetapkan jumlah tersebut karena mengikuti kemampuan membayar kita," ujar Kunta dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (14/5).
Sementara itu, menurut perhitungan aktuaria, PBPU kelas dua dan tiga harusnya Rp 184.617 dan Rp 137.221. Namun, merujuk pada regulasi, peserta masing-masing membayar Rp 100 ribu dan Rp 35 ribu.
Kunta menyebutkan, faktor ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menyesuaikan iuran BPJS Kesehatan. Di sisi lain, ia menambahkan, sesuai ketentuan, besaran iuran perlu dikaji secara berkala. Ia mencatat, iuran JKN terakhir naik pada 2016. Bahkan, kelas 3 PBPU belum pernah disesuaikan sejak 2014.
Tujuan akhirnya, Kunta mengatakan, menjaga kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memberikan pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas. Termasuk di antaranya terjangkau bagi masyarakat maupun negara dengan tetap mempertimbangkan kondisi fiskal pemerintah serta kemampuan masyarakat.
Tidak kalah penting, Kunta mengatakan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan juga mempertimbangkan keadilan sosial. "Yang miskin tidak perlu bayar dan yang kaya membayar sesuai kemampuan," ujarnya.
Meski besarannya naik, Direktur Jenderal Anggaran Askolani menekankan, pemerintah tetap berkomitmen membantu masyarakat golongan menengah ke bawah yang dalam hal ini diartikan sebagai PBPU dan BP kelas tiga.
Pada 2020, mereka membayar iuran dengan tarif yang sama seperti tahun-tahun kemarin, yakni Rp 25 ribu. Padahal, merujuk pada Perpres 75/2019 tentang Perubahan Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, mereka seharusnya membayar Rp 42 ribu. Selisih sebesar Rp 16.500 ini akan ditanggung oleh pemerintah pusat.
Untuk kebutuhan tanggungan ini, pemerintah telah menganggarkan Rp 3,1 triliun melalui Perpres 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional Tahun Anggaran 2020. "Ini dukungan daripada membantu golongan kelas tiga PBPU dan BP agar tetap bayar Rp 25 ribu dan membantu kelangsungan BPJS agar lebih sustainable," kata Askolani.