REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa yang tak kenal dengan as-sabiqunal awwalin, kelompok sahabat yang terdahulu memeluk Islam, yakni Ammar Bin Yasir. Tidak tanggung-tanggung, setelah memeluk Islam, ia berhasil mengajak ibu dan ayahnya memproleh hidayah yang sama.
Ayahnya, Yasir bin Amir merupakan seorang perantau dari Yaman yang bersahabat dengan Abu Hudzaifah bin Mughirah, dan dinikahkan dengan sahayanya, Sumayyah bin Khayyath. Karena Ammar dan kedua orang tuanya termasuk dari keluarga miskin, kaum Quraisy menjadikan mereka sebagai sasaran penyiksaan karena pilihan mereka telah memeluk Islam.
Bani Makhzum, tempat mereka berlindung selama ini sangat marah ketika mengetahui mereka telah murtad dari agama nenek moyangnya. Penyiksaan demi penyiksaan dilakukan tanpa kasihan kepada keluarga Ammar, tetapi semua itu tidak menyurutkan keimanan dan keyakinan kepada agama barunya, Islam.
Dibiarkan di terik matahari padang pasir, didera, disulut dengan api menyala, dan berbagai tindakan mengerikan di luar peri kemanusiaan diberlakukan kepada mereka untuk mengembalikan kepada agama jahiliahnya, tetap saja hal itu sia-sia. Suatu ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka bertiga yang sedang disiksa, beliau mengagumi ketabahan dan kerelaan mereka menerima penderitaan ini demi untuk mempertahankan keislamannya.
Ketika Ammar berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, adzab yang kami derita telah sampai pada puncaknya…”
Nabi Muhammad SAW bersabda untuk menentramkan jiwanya, “Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga…”
Ketika Abu Jahal ikut melakukan penyiksaan, ia begitu jengkel dan putus asa terhadap Sumayyah. Seorang budak wanita yang hina (dalam pandangan Abu Jahal dan masyarakat Quraisy saat itu) seperti dirinya, berdiri tegar seakan menantang kesombongan tokoh besar Quraisy tersebut. Karena tidak tertahankan lagi kejengkelannya, Abu Jahal mengambil tombak dan menusuk Sumayyah dari selangkangan hingga tembus ke punggungnya, jadilah ia syahid pertama dalam Islam.
Tidak berapa lama, ayahnya, Yasir bin Amir juga meninggal dalam penyiksaan orang-orang kafir Quraisy. Kematian orang tuanya akibat siksaan tersebut tidak menyebabkan ia berubah pikiran, bahkan makin meneguhkan pendiriannya.
Siksaan pun makin ditingkatkan, dibakar dengan besi panas, disalib, ditenggelamkan dalam air hingga ia sesak nafas, dan lain-lainnya. Suatu ketika Ammar dibakar dengan api yang membara, kebetulan saat itu Nabi Muhammad SAW datang mengunjunginya.
Beliau memegang kepala Ammar dan berkata, “Hai api, jadilah kamu sejuk dan selamatkanlah Ammar, sebagaimana dulu kamu menjadi sejuk dan menyelamatkan bagi Ibrahim…!!”
Seketika itu Ammar tidak lagi merasakan panasnya api yang menerpa tubuhnya, maka makin kokoh dan tegar saja jiwanya dalam keimanan dan keislaman, walau adzab dan siksaan kaum Quraisy makin ditingkatkan.