REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung, meningkatkan intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Peningkatan pengawasan intensifikasi mulai dilakukan pada 27 April sampai 22 Mei 2020.
Menurut Kepala BBPOM di Bandung, Hardaningsih, pihaknya menemukan peredaran produk makanan olahan dalam kemasan yang tidak memenuhi ketentuan dan syarat keamanan pangan di 7 daerah Jawa Barat (Jabar). Temuan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan itu didominasi produk pangan rusak.
"Kami mengawasi pangan olahan dalam kemasan baik itu ritel, gudang distributor, toko, supermarket, dan pusat parcel. Selama tiga pekan di bulan Ramadhan, kita memeriksa di 33 sarana," ujar Hardaningsih, Sabtu (16/5) malam.
Hardaningsih melaporkan, dari 33 sarana, hanya 12 sarana yang memenuhi ketentuan dan syarat keamanan. Sedangkan, di 21 sarana ditemukan 81 produk pangan olahan dalam kemasan yang sudah rusak, 5 produk kedaluwarsa, dan 6 produk tidak memenuhi ketentuan label.
"Kami langsung memberikan peringatan kepada 21 sarana tersebut. Kemudian untuk pangan yang rusak dan kedaluwarsa, kami meminta sarana untuk mengembalikannya. Harusnya yang rusak dan kedaluwarsa tidak dijual, tapi disisihkan untuk dikembalikan. Tetapi, angka (pelanggaran) sudah mengecil," katanya.
Selain itu, kata dia, BBPOM di Bandung mengawasi jajanan buka puasa atau takjil di 3 kabupaten/kota dan pasar tradisional. Pengawasan tersebut terkait kandungan bahan berbahaya. Selama tiga pekan pengawasan, kata Hardaningsih, BPPOM mengambil 116 sampel takjil dan produk dari pasar tradisional.
Dari 116 sampel taktil tersebut, kata dia, ada 16 sampel tidak memenuhi syarat atau mengandung bahan berbahaya, seperti pewarna kain rhodamin B, boraks, dan formalin. Yakni, untuk produk bakso, kerupuk, pacar cina, terasi, udang rebon, tahu dan ikan asin.
"Kami berikan peringatan, amankan produknya agar tidak dijual. Kami juga minta tolong kepada ketua pasar untuk diamankan dan ditertibkan, jadi supaya tidak dijual. Nanti ke depan untuk ganti pemasoknya jadi tidak membeli dari orang yang sama," kata Hardaningsih.
Hardaningsih mengimbau kepada pelaku usaha untuk memperhatikan ketentuan dan syarat keamanan pada pangan olahan dalam kemasan yang mereka jual. Begitu juga, dengan pedagang takjil dan pasar tradisional untuk memperhatikan pangan-pangan yang mengandung bahan berbahaya.
"Sosialisasi kepada masyarakat untuk mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung bahan berbahaya gencar kami lakukan. Kami juga punya edukasi namanya Ayo CEK KLIK: Cek Kemasannya, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa. Dengan begitu, masyarakat akan lebih memperhatikan pangan yang mereka beli," paparnya.
Dinas Industri dan Perindustrian (Indag) Provinsi Jabar pun, turut dalam intensifikasi pengawasan pangan pada masa Ramadhan dan menjelang Idulfitri. Menurut Kepala Dinas Indag Jabar Mohammad Arifin Soedjayana, pengawasan di pasar rakyat menunjukkan ada beberapa produk yang mengandung bahan berbahaya.
"Pengawasan di pasar rakyat menunjukkan ada beberapa produk yang mengandung boraks dan formalin untuk produk bakso, kerupuk, pacar cina, tahu dan ikan asin," ujar Arifin.
Arifin mengatakan, ketersediaan beberapa komoditi pangan seperti beras, cabe merah, bawang merah, dan ayam mengalami surplus, karena pandemi COVID-19 dan pembatasan sosial.
"Hal ini diakibatkan oleh berkurangnya demand atau pasar produk pangan akibat adanya PSBB di Jawa Barat di mana resto, hotel tidak beroperasi," katanya.