REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Seorang sopir bus pariwisata di wilayah Cibubur, Jakarta Timur, nekat pulang kampung ke Solo dengan jalan kaki selama beberapa hari. Pria bernama Maulana Arif Budi Satrio tersebut nekat mudik karena tidak lagi bekerja alias kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19.
Setibanya di Solo, Satrio harus menjalani karantina selama 14 hari di gedung Grha Wisata Niaga. Satrio bercerita, perusahaan tempatnya bekerja mengumumkan pemberhentian semua karyawan pada 8 Mei 2020. Saat itu, dia belum menerima gaji bulan tersebut dan juga tunjangan hari raya (THR).
"Saya berpikir mau tidur dimana. Sementara kontrakan saya berikan tetangga depan rumah yang kontrakannya habis dan diusir. Kontrakan saya masih sampai bulan Juni. Kasihan dia punya anak kecil," kata pria yang mengaku berusia 38 tahun tersebut kepada wartawan, Senin (18/5).
Akhirnya, Satrio memiliki ide untuk pulang kampung meski sudah ada larangan dari pemerintah. Awalnya, Satrio hendak naik bus ke Solo.
Dia telah memesan tiket seharga Rp 500 ribu. Namun, saat hari keberangkatan, yang datang bukan bus melainkan mobil elf. Alhasil dia tidak jadi pulang ke Solo.
Tak kurang akal, Satrio mencoba peruntungan dengan naik kendaraan pribadi. Namun, sesampainya di pinti tol Cikarang dia diminta untuk putar balik kembali ke kota awal kebarangkatan.
"Makanya, kalau saya tetap tinggal di Jakarta, saya hanya bertahan lima hari. Uang tersisa sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu. Itu sisa uang bulan lalu. Makanya saya langsung pulang. Mobil dikembalikan dulu. Tanggal sebelas habis subuh saya berangkat. Jalan kaki," ungkap warga kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo, tersebut.
Satrio mengaku hanya membawa bekal dua tas yakni tas punggung dan tas slempang. Dia hanya mengenakan setelan kaos tanpa lengan, celana pendek, dan penutup wajah. Untuk alas kaki dia mengandalkan sandal jepit yang menurutnya lebih nyaman ketimbang sepatu.
Satrio mengungkapkan, rata-rata setiap hari dia menempuh perjalanan sampai 100 kilometer dengan durasi waktu 12-14 jam. Menjelang dini hari, Satrio berhenti untuk istirahat.
Kadang, dia beristirahat di SPBU, masjid, atau warung di pinggir jalan. Kemudian, perjalanan dilanjutkan kembali pada pukul 06.00 WIB. Meski menempuh perjalanan, Satrio berusaha sekuat tenaga untuk tetap berpuasa. Menurutnya, medan terberat saat memasuki wilayah Karawang Timur sampai Tegal. Dia memilih rute pantura untuk perjalanannya.
Setelah menempuh perjalanan selama empat hari lima malam, Satrio sampai di Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Ketika sampai di Gringsing, aksi nekat Satrio diketahui oleh rekan-rekannya yang tergabung dalam Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo). Akhirnya, dia dijemput oleh rekannya sesama anggota Peparindo di Gringsing.
"Saya dimarahi sama ketuanya di Jakarta karena tidak ngomong, karena kalau ngomong pasti saya gagal pulang," ujarnya.
Dia lantas dibawa ke Sekretariat Peparindo Jawa Tengah di Ungaran pada 14 Mei 2020. Sewaktu di Semarang, Satrio berniat bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menyampaikan mengenai nasib warga Jawa Tengah di Jakarta yang prihatin.
Setelah itu, Satrio diantar oleh teman-temannya ke Solo. Dia langsung dibawa ke gedung Graha Wisata Niaga tiba pada Jumat (15/5) sekitar pukul 08.00 WIB.
"Awalnya mau dikarantina agak takut. Ibaratnya kata karantina itu momok. Tapi ternyata di sini nyaman dan suasananya kekeluargaan. Ada hiburan juga. Setelah karantina selesai, nanti saya langsung pulang ke rumah," kata dia.