Selasa 19 May 2020 12:33 WIB

Mendidik Anak dengan Bermain

Anak belajar dan tumbuh kembang dengan bermain.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Anak-anak asyik bermain (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Anak-anak asyik bermain (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Christian Sugiono punya cara sendiri untuk mengeksplorasi bakat anak-anaknya. Suami artis Titi Kamal itu menemani putranya, Arju na Zayan Sugiono dan Kai Attar Sugiono, belajar atau bermain untuk mengetahui bakat dan minat kedua buah hatinya itu.

Saat menemani anak bermain atau belajar, kita sebagai orang tua tidak hanya hadir di sebelah mereka, tapi ikut main dan menyelami permainan mereka,'' kata pria yang akrab disapa Tian itu. `'Dengan demikian, anak jadi mengerti bahwa orang tua tahu dan ngerti maksud mereka, sehingga nyambung. Dari situlah kita bisa berkomunikasi secara terbuka,'' lanjutnya.

Dengan interaksi itu, ia bisa memperhatikan keinginan, bakat, dan minat anak. `'Kalau sekarang, aku di tahap membawa dia ke arah mana, dia senangnya apa. Aku lihat dia senang kreativitas, dia senang sifatnya sains atau cara kerja sesuatu, dia arahnya ke situ. Aku beliin mainan yang sifatnya kreativitas dan sains,'' katanya.

Christian juga melihat minat Juna pada musik. Ia mendukung kemauan anaknya dengan meng eksplorasi berbagai alat musik. `'Kalau si Juna (Arjuna Zayan Sugiono) sudah mulai kebaca arahnya ke mana. Di rumah kanada piano, dia main- maininjuga. Dia sempat minta gitar, suka juga main drum atau simba, terus di Ipad-nya lagi senang banget main drum,'' ucap Christian.

Beberapa stimulus memang bisa merangsang kinerja otak anak. Akan tetapi, kepintaran anak bisa dibilang ada saatnya. Orang tua perlu mengetahui kebutuhan dasar anak yang tidak lain adalah bermain. Bisa dibilang, bermain adalah dasar perkembangan anak karena bermain adalah dunia anak. Anak belajar dan tumbuh kembang dengan bermain.

''Tahu nggak sih kalau akademis itu puncaknya? Sedangkan kebutuhan dasar itu bermain, stimulasi motorik maupun sensoriknya. Kalau calistung (baca-tulis-hitung) terlalu cepat, kita harus stimulasi dari dasarnya,'' kata Febiana Pratomo MPsi, seorang psikolog kilinis anak dari Rumah Dandelion di Jakarta, belum lama ini.

Mengapa harus didahului dengan stimulasi sensorik dan motorik? Ambil contoh untuk bisa menulis, anak harus menggunakan tangan nya dengan benar. Sebelum mengenal pensil, dia harus mampu menggerakkan jemarinya. Untuk itu, ajarkan anak mencorat-coret serta bermain spidol.

Sementara, untuk melatih motoriknya, bisa dibiarkan melakukan aktivitas fisik. ''Dia butuh kekuatan supaya duduk bertahan lama, misalnya. Kalau dia tidak lompat atau berlari, maka tidak membantu untuk menguatkan tubuh dia,'' lanjut Febiana.

Bermain bisa dilakukan dengan berbagai cara. Yang jelas, dengan bermain, banyak memberikan dampak positif. Selain itu, bermain juga bisa melatih emosi serta menjadi sarana berekspresi. Dengan bermain, bisa membuat anak menjadi lebih stabil dan tidak takut mengungkapkan emosi mereka.

Tak hanya itu, dengan bermain, anak lebih rileks mengungkapkan emosinya. ''Ambil contoh, jika anak susah terbuka, ajaklah untuk bermain. Kalau misal anak di pengungsian, sukarelawan bisa mengajak bermain dan bisa menstabilkan emosi mereka,'' tambah Febiana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement