REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih sebesar Rp 4,25 triliun pada kuartal satu 2020. Pencapaian ini tumbuh 4,3 persen secara year on year (YoY) sebesar Rp 4,08 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Tresuri dan Internasional BNI Putrama Wahju Setyawan mengatakan perseroan berupaya meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi perekonomian ke depan yang belum dapat diprediksi secara akurat. Hal ini terutama akibat dampak Covid-19, yang belum dapat diperkirakan akhir penyebarannya.
"Pada kuartal I 2020, indikasi pengaruh Covid-19 terlihat pada peningkatan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dari 2,3 persen pada 2019 menjadi 2,4 persen pada 2020. Meskipun masih jauh di bawah batas maksimal NPL yang ditetapkan regulator sebesar 5 persen," ujarnya saat video conference, Selasa (19/5).
Menurutnya pada akhir kuartal satu 2020, BNI masih mampu menumbuhkan pinjaman sebesar 11,2 persen (YoY) dari Rp 521,35 triliun pada kuartal satu 2019 menjadi Rp 579,60 triliun pada kuartal satu 2020. Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019, pinjaman tumbuh 4,1 persen year to date (YtD).
"Hal ini sejalan dengan strategi BNI yang sangat selektif dalam melakukan ekspansi di tengah pandemi Covid-19," ucapnya.
Kemudian BNI mampu meningkatkan pinjaman yang ditopang oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,4 persen YoY dari Rp 575,75 triliun pada kuartal satu 2019 menjadi Rp 635,75 triliun pada kuartal satu 2020. Dengan pertumbuhan DPK BNI memiliki likuiditas yang sehat atau loan to deposit ratio (LDR) BNI pada kuartal satu 2020 tercatat sebesar 92,3 persen.
"Kami melihat pentingnya mengantisipasi potensi tekanan pada likuiditas, yang dipengaruhi oleh adanya penundaan pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga dari debitur karena bisnisnya terpengaruh Covid-19, serta tekanan capital outflow dan potensi melemahnya ekspor," jelasnya.
Putraman mengakui pada kuartal pertama 2020 memperlambat pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun likuiditas BNI akan tetap dikelola secara prudent, seperti tecermin pada indikator atau rasio-rasio likuiditas yang seluruhnya telah sesuai dengan ketentuan regulator dan risk appetite internal.
Dari sisi profitabilitas, kinerja kredit mampu didorong pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income(NII) sebesar Rp 9,54 triliun atau meningkat 7,7 persen YoY dibanding periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 8,86 triliun. Kenaikan tersebut dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan bunga sebesar 3,8 persen dan penurunan beban bunga sebesar -2,5 persen.
"Penurunan beban bunga ini menarik karena disebabkan oleh biaya dana (cost of fund) yang turun sebesar 30 bps. Ini terjadi karena perolehan dana murah (CASA) yang juga meningkat dibanding kuartal I 2019," jelasnya.
Adapun dari sisi beban operasional, strategi efisiensi tetap dilakukan terutama pada pos biaya variabel, sehingga beban operasional BNI pada kuartal satu 2020 dapat tumbuh terkendali sebesar 1,7 persen YoY.
Ke depan langkah penting yang dilakukan BNI selama kuartal satu 2020 terutama difokuskan pada penyelamatan aset paling penting perusahaan, yaitu pegawai, agar tetap sehat dan terhindar dari terpaan virus corona. Selain itu, keandalan operasional terus dijaga untuk memberikan kenyamanan bagi nasabah antara lain melalui keandalan e-channel serta ketersediaan layanan cabang yang disertai penerapan protokol kesehatan secara ketat dan yang terpenting saat ini adalah melakukan restrukturisasi kredit secara prudent dalam rangka meringankan beban debitur yang terkena dampak Covid-19.