REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebagian besar warga Amerika Serikat (AS) khawatir muncul gelombang kedua penularan virus corona, ketika sejumlah negara bagian mulai melonggarkan lockdown. Berdasarkan survei dari The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research, 83 persen warga AS khawatir bahwa pelonggaran lockdown dapat memicu munculnya kasus infeksi baru.
Sementara, 54 persen responden mengatakan, mereka sangat khawatir jika langkah pemrintah yang melonggarkan lockdown dapat meningkatkan jumlah infeksi virus corona secara drastis. Sekitar delapan dari 10 orang AS mengatakan, warga yang terinfeksi virus corona harus melakukan isolasi mandiri. Sedangkan, enam dari 10 responden mengatakan, pengujian secara luas memiliki peran penting untuk membuka kembali kegiatan publik dengan tetap mematuhi aturan menjaga jarak serta mengenakan masker.
Secara keseluruhan, survei menunjukkan bahwa beberapa warga Amerika ingin kembali beraktivitas seperti biasa dalam waktu dekat. Namun, sebagian besar warga lainnya menyatakan bahwa mereka akan menjalani karantina dan hanya keluar rumah untuk tugas-tugas penting hingga vaksin tersedia.
Dalam survei terbaru menemukan, 69 persen warga mendukung pembatasan pertemuan orang di ruang publik dengan jumlah 10 orang. Pada survei sebelumnya yakni bulan April, sebanyak 82 persen warga mendukung pembatasan sosial.
Penurunan jumlah responden yang mendukung pembatasan sosial didorong oleh perubahan sikap di kalangan anggota Partai Republik. Tepatnya ketika Presiden Donald Trump dan beberapa gubernur negara bagian secara agresif mendesak untuk membuka kembali kegiatan bisnis dan tempat-tempat umum. Hanya sepertiga dari anggota Republik yang menyatakan bahwa mereka sangat khawatir akan muncul kasus baru ketika pembatasan sosial dicabut.