REPUBLIKA.CO.ID,
Berikut ini kami akan muat secara serial khazanah peradaban Islam. Tulisan ini kami cuplik dari buku 'Sejarah Islam' karya Dr. Siti Zubaidah, M.Ag. Beliau adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan Pasca Sarjana Universitas Islam Sumatra Utara, Medan.
Dalam tulisan ini dikisahkan soal kehancuran peradaban Islam masa Abbasiyah saat dihancurkann bangsa 'nomaden' -bahkan banyak yang menyebut sebagai bangsa barbar' dari stepa Mongolia (kini masuk wilayah China).
Sebagai pusat peradaban dunia kota Baghdad saat itu hancur secara luar biasa. Para penyair kala itu melukiskan jangankan bangunan atau gedung, satu kerikil pun tak tersisa. Begini sebagian kisah itu:
--------------
Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah banyak yang tinggal puing- puing dan rerontokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar.
Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat pemandian dan rumah para bangsawan, toko dan rumah makan –semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut.
Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (w.1229). Menurut mereka, tokoh-tokoh Muslim terkemuka, Amir, Panglima perang, Tabib, Ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.
Latar Belakang Penyerbuan ke Wilayah Muslim
Pada tahun 1255, Hulagu dikirim oleh saudaranya Mongke, The Great Khan (1251-1258) untuk menaklukan wilayah yang dikuasai kaum Muslimin di Timur Tengah, dan memerintahkan kepadanya agar tidak menghancurkan setiap daerah yang menyerah tetapi sebaliknya membumihanguskan setiap daerah yang memberikan perlawanan.
Hulagu merencanakan akan menaklukkan wilayah Muslim Lurs (di daerah Iran), kemudian menumpas sekte Hashashin, menaklukkan kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, menaklukkan kekhalifahan Ayyubi di Syria dan terakhir menundukkan kekhalifahan Mameluk di Mesir.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi mengapa Hulagu sangat bernafsu menaklukkan wilayah Muslim dan kejam setiap kali dia berhasil menguasainya, yaitu: Ibu Hulagu, istri dan sahabat dekatnya, Kitbuqa termasuk Kristen fanatik yang memendam kebencian mendalam terhadap orang Islam. Juga para penasehatnya banyak yang berasal dari Persia yang memang berharap dapat membalas dendam atas kekalahan mereka satu abad sebelumnya ketika Persia ditaklukkan oleh pasukan Muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab.