Sabtu 23 May 2020 04:10 WIB

Minal Aidin Wal Faizin, Bolehkah Diucapkan Saat Idul Fitri?

Berbagi ucapan minal aidin wal faizin adalah termasuk ekspresi doa.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Berbagi ucapan minal aidin wal faizin adalah termasuk ekspresi doa. Bersalaman saling memaafkan di hari Idul Fitri. (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Berbagi ucapan minal aidin wal faizin adalah termasuk ekspresi doa. Bersalaman saling memaafkan di hari Idul Fitri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap kali Idul Fitri, selalu saja muncul polemik terkait dengan ucapan lebaran. Di antara yang kerap muncul adalah ucapan minal ‘aidin wal faizin مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ. 

Direktur Rumah Fikih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat menuturkan, ungkapan minal ‘aidin wal faizin merupakan singkatan dari جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ jaalanallahu wa iyyakum minal aidin wal-faizin 

Baca Juga

Menurut dia, kalimat tersebut merupakan ekspresi yang diartikan sebagai ‘semoga Allah menjadikan saya dan Anda, dan kita semua termasuk orang yang aidin dan faizin’.

“Aidin adalah orang yang kembali, sedangkan faiz adalah orang-orang yang menang atau yang mendapatkan keberuntungan,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (22/5).

Oleh sebab itu, dia mengartikan bahwa ungkapan minal ‘aidin wal faizin yang sering diucapkan masyarakat Indonesia adalah semacam doa. Yang diharapkan pengucap, agar kita termasuk orang yang kembali dan menang.  

Dia tak menampik, kalimat ungkapan itu akan jarang ditemui di negara lain. Sebab, di setiap negara sebenarnya ada banyak kalimat ekspresi yang diucapkan.

“Setiap negara bebas saja mengungkapkan itu semua. Dan tidak ada yang seharusnya diucapkan begini atau seharusnya begitu. Namanya juga ekspresi, dan itu bebas saja,” kata dia.

Namun demikian, dia menegaskan, ungkapan ekspresi atau pesan yang diucapkan Rasulullah dan para sahabat saat hari raya idul fitri secara khusus adalah “taqabbalallahu minna wa minkum (تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ)”. Kalimat itu, sambung dia, memiliki arti ‘Semoga Allah menerima amal kami dan kalian’.

Hal serupa juga diungkapkan Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Dia menambahkan, jika mengutip hadits yang diriwayatkan Jubair bin Nafi, para sahabat ketika bertemu pada saat Idul Fitri, mereka saling mengucapkan taqabbalallahu minna waminkum. “Artinya: Semoga Allah menerima amal kami dan amal kamu,” ungkap dia. 

Sementara ungkapan minal 'aidin wal faizin, menurut dia, memiliki arti “Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang kembali kepada fitrah (kesucian iman) dan orang-orang yang menang”.

Dia melanjutkan, ucapan tersebut hanya ditemukan di Indonesia. Besar kemungkinan ucapan ini, termasuk dalam tradisi halal bi halal yang dilakukan masyarakat Indonesia, dan diajarkan para ulama di Tanah Air.

“Tetapi tidak ada tuntutan (pengucapan) dari Nabi, karena arti dan tujuannya baik serta tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka baik juga apabila kita saling mengucapkan,” ungkap dia.  

Dia menyarankan, jika ingin mengucapkan lebih baik dan lengkap, ada kiranya mengucapkan kalimat: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ   “taqabbal Allahu minna waminkum, minal aidin wal faizin”.

Mengutip buku Lentera Al-Quran karangan Muhammad Quraish Shihab, al-faizin diambil dari kata fauz yang berarti keberuntungan. Jika merujuk pada Alquran, lanjut dia, ada 29 kali kata tersebut ditemukan, dalam berbagai bentuk dan terulang.

 “Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Alquran hanya sekali menggunakan kata afuzu (saya beruntung),” kata dia dalam bukunya.  

Quraish Shihab menerangkan, kata fauzu yang dimaksud juga untuk menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang memahami “keberuntungan” sebagai keberuntungan yang bersifat material (baca QS 4:73).  

Namun demikian, jika menelusuri Alquran yang terkait dengan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Allah SWT serta kebahagiaan surgawi”.  

Masih dalam buku tersebut, untuk mendapatkan anugerah itu, ditegaskan dalam Alquran surat An Nur ayat 22. Menurut sejarah turunnya ayat itu, berkaitan dengan kasus Abu Bakar RA dengan seseorang yang menyebarkan gosip terhadap putrinya dan sekaligus istri Rasulullah SAW, Aisyah.  

Dikatakan, begitu marahnya Abu Bakar sehingga dia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak memberikan bantuan apapun kepadanya.  

Allah memberikan petunjuk dalam ayat tersebut: “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Mahapengampun Lagi Mahapenyayang” (QS 24:22).  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement