Senin 25 May 2020 17:27 WIB

Manfaatkan Peluang Ekspor di Masa Pemulihan Pandemi

Panen komoditas marikultur dinilai menjadi awal proses pemulihan ekonomi global.

Red: Friska Yolandha
Panen udang (ilustrasi).
Foto: Dok Ammana Fintek Syariah
Panen udang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pandemi masih terus merajalela di berbagai kawasan di dunia, sejumlah negara di wilayah Asia telah menunjukkan pemulihan. Ini diindikasikan dari semakin sedikitnya jumlah kasus baru yang ditemukan di negara tersebut. Dengan memulihnya sejumlah negara dari wabah virus corona seperti yang terjadi di Republik Rakyat China dan Vietnam, hal tersebut juga dapat menjadi peluang untuk meningkatkan laju ekspor, terutama untuk sektor kelautan dan perikanan nasional.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk terus mengoptimalkan produksi budidaya laut yang kerap menjadi komoditas ekspor seperti kakap putih, bawal bintang, dan udang vaname, serta rumput laut, pada masa pandemi ini. Menurut Edhy Prabowo, meski dalam suasana pandemi Covid-19, proses produksi tetap harus produktif yakni dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik.

Dalam kunjungannya ke Kepulauan Seribu pada 19 Mei, Menteri Edy juga telah melakukan panen beberapa komoditas unggulan yakni kakap putih, bawal bintang sirip pendek, dan udang vaname milik perusahaan PT Lucky Samudera, dan juga panen rumput laut milik masyarakat di sekitar Pulau Karya. Kegiatan panen di PT Lucky Samudera tersebut menghasilkan sebanyak 3 ton untuk komoditas bawal bintang, 1 ton untuk komoditas kakap putih dan 1 ton untuk komoditas udang vaname. Kegiatan panen dilakukan dengan intensitas 4 kali dalam satu minggu.

Edhy menilai kegiatan panen komoditas unggulan marikultur ini, mengindikasikan mulai adanya proses pemulihan kondisi ekonomi secara global. Hal itu, terutama berkaitan dengan terbukanya permintaan pasar khususnya untuk komoditas ekspor perikanan.

Edhy juga meyakini bahwa industri pangan, terutama ikan tidak akan lesu. Bahkan FAO mengatakan sektor industri secara keseluruhan memang turun 25 persen, tapi industri makanan justru diprediksi naik 25 persen.

Hal ini karena orang lebih suka masak dan sering makan selama menjalankan pola WFH (kerja dari rumah). "Oleh karenanya ini sebenarnya potensi besar, hanya pola hidup saja yang berubah, jadi tidak usah khawatir bahwa yang diproduksi tidak akan laku," ucap Edhy.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan kegiatan ekspor rumput laut menandakan aktivitas bisnis sektor kelautan di Tanah Air terus melaju di tengah pandemi Covid-19. Ia berharap agar aktivitas ekspor rumput laut akan turut menyumbang devisa di tengah dampak ekonomi akibat COVID-19 yang mempengaruhi kinerja ekonomi nasional.

Tidak hanya rumput laut, ujar dia, komoditas lainnya seperti kerapu dan udang juga memberikan kepastian bahwa ekspor produk perikanan tetap berjalan dan prospektif di tengah pandemi. Slamet mengajak pula masyarakat pembudidaya untuk melakukan budidaya rumput laut dengan cara yang benar sesuai dengan SOP yang ada sehingga akan dihasilkan produk rumput laut dengan kandungan agar atau karagenan atau alginate yang bagus.

"Kita tahu sebelumnya market rumput laut kita didominasi ke China dan Filipina. Terbukanya ekspor ke Vietnam, ini akan menaikkan nilai ekonomi jenis Spinosum yang sangat potensial di Indonesia. Artinya akan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam usaha budidaya rumput laut ini," ujarnya.

Pada 2019, tercatat nilai ekspor rumput laut Indonesia mencapai 324,84 juta dolar AS atau tumbuh 11,31 persen dibanding tahun 2018 yang mencapai 291,83 juta dolar. Sementara KKP menargetkan tahun 2020 produksi rumput laut mencapai 10,99 juta ton dan diproyeksikan mencapai 12,33 juta ton pada tahun 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement