REPUBLIKA.CO.ID, Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali mengkritisi eksistensi Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Lewat anggotanya di DPRD DKI Jakarta, August Hamonangan, PSI kali ini menyayangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tidak memangkas tunjangan hari raya TGUPP.
Menurut August, Anies seharusnya juga memotong THR TGUPP sebagaimana seperti THR PNS DKI yang dipangkas 50 persen dan dialihkan untuk penanganan Covid-19.
"Ada kabar bahwa menjelang lebaran kemarin anggota TGUPP mendapatkan THR, sedangkan para PNS tidak. Jangan sampai ada kesan Pak Gubernur pilih kasih dalam memberikan tunjangan penghasilan," kata August yang juga anggota Komisi A itu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (28/5).
Menurut August, Anies Baswedan harus bersikap adil dalam memberikan tunjangan pegawainya. Bukan hanya TGUPP, tapi juga beberapa SKPD lainnya seharusnya tunjangan mereka tidak dipangkas.
"Saya dapat informasi para PNS sedang resah karena ada kabar bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), dan Dinas Kominfotik akan mendapatkan tunjangan penuh. Padahal, pekerjaan mereka tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat dan tidak berisiko tinggi saat Covid-19 ini," ujar August.
Mengingat penting dan sensitifnya tunjangan penghasilan bagi para pegawai, menurut dia gubernur harus mampu bersikap adil. Yaitu, memberikan tunjangan berdasarkan kriteria penilaian kinerja yang terukur dan transparan.
Di satu sisi, pemotongan tunjangan perlu dilakukan karena realisasi pendapatan jeblok akibat pandemi Covid-19 dan sebagian pegawai bekerja dari rumah (work from home). Sementara, sebagian ada juga pegawai yang tetap menjalankan pelayanan masyarakat dan bekerja lebih keras untuk mengatasi pandemi.
"Pemberian tunjangan harus adil agar tidak timbul kecemburuan dan kecurigaan di antara pegawai. Sebagai contoh, saya kira para PNS legawa jika tunjangan 100 persen diberikan kepada tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien Covid-19, misal pegawai kelurahan, kecamatan, BPBD, Satpol PP dan Dinas Perhubungan," ucapnya.
Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana, mengunggah data besaran THR yang diterima TGUPP DKI. Data itu diunggah dalam akun media sosial William pada Kamis ini yang memperlihatkan terdapat data jumlah THR yang diterima oleh 20 anggota TGUPP. dengan jumlah tertinggi diterima oleh Ketua TGUPP DKI Amin Subekti, sebesar kurang lebih Rp50 juta dan terendah Rp24 juta.
William yang juga merupakan anggota dari PSI itu, mengkritik hal tersebut, di mana saat ini, ribuan ASN Pemprov DKI telah dipotong THR dan Tunjangan Kerja Daerah (TKD) sebesar 50 persen.
"TGUPP, THR nya full turun, ASN DKI dipotong berikut dengan TKD nya. TGUPP jauh lebih kuat dari ASN kita tampaknya," tulis William.
Namun ketika dikonfirmasi wartawan, William belum merespons. Demikian juga dengan Amin Subekti.
TGUPP, THR nya full turun, ASN DKI dipotong berikut dengan TKD nya. TGUPP jauh lebih kuat dari ASN kita tampaknya. pic.twitter.com/9AUkjdKDAc
— William Aditya Sarana 🇮🇩 (@willsarana) May 27, 2020
Respons BKD DKI
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta membantah ada kedinasan yang tunjangannya tidak dipotong sehubungan dengan pandemi corona. "Tidak benar, itu isu sesat. Yang dikecualikan itu bentuknya bukan dinas," kata Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Chaidir menyatakan, yang dikecualikan untuk tidak dikenakan potongan tunjangan akibat Covid-19 adalah tenaga kesehatan dan pendukung tenaga kesehatan di RS dan Puskesmas. Tenaga pemulasaraan jenazah, petugas data informasi epidemiologi Covid-19, petugas penanganan bencana Covid-19 serta petugas pemakaman Covid-19.
"Jadi bukan dinas yang dilihat. Yang dikecualikan itu diatur dalam pergub," kata Chaidir yang tidak cukup jelas membeberkan acuan regulasinya.
Contoh ada petugas di BKD yang mengerti memandikan jenazah, kemudian ditugaskan sebagai tenaga untuk penanganan Covid-19, di sana ada mekanisme, yaitu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengusulkan petugas yang masuk untuk dikecualikan pada gubernur melalui Sekda DKI.
"Jadi enggak semua tuh BKD dapat tidak ditunda, tetap dipangkas, tapi ada beberapa yang enggak, yaitu yang diusulkan itu," ujar Chaidir.
Sementara itu, terkait dengan ramainya polemik THR TGUPP yang tidak dipotong, Chaidir mengatakan TGUPP memiliki bentuk belanja kegiatan, bukan belanja pegawai.
"Itu adalah kegiatan dari Bappeda. Jika dalam kegiatan itu memang dimungkinkan ada apresiasi untuk membayar keahlian tenaganya, ya boleh saja," kata Chaidir.
Chaidir menjelaskan, penundaan tunjangan terjadi akibat adanya kontraksi ekonomi secara nasional. Kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemenkeu dan Kemendagri Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan COVID-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional, yang mengamanatkan bahwa tunjangan perbaikan penghasilan daerah tidak boleh lebih tinggi dari tunjangan perbaikan pusat.
Di sisi lain APBD DKI terkena kontraksi 53 persen akibat pandemi corona, sehingga seluruh pendapatan dari pajak dan lainnya menurun. Akibatnya komponen APBD mengalami rasionalisasi, di antaranya belanja pegawai, yaitu tunjangan perbaikan penghasilan.
"Itu dimungkinkan karena dia ada di komponen variable cost karena berupa insentif berbeda dengan yang tetap (fix cost) berupa gaji dan tunjangan melekat, itu tidak bisa," katanya.
Chaidir menambahkan insentif atau tunjangan perbaikan penghasilan bisa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sementara, DKI menetapkan tunjangan dibayarkan 75 persen dengan rincian 50 persen dibayarkan, 25 persen sisanya ditunda.
"Kalau mampunya 50 persen ya sesuaikan 50 persen, namun kebijakan kita hanya diberi 75 persen, 25 persen rasionalisasi, hanya yang dibayarkan 50 persen, 25 persen sisanya ditunda," katanya.
"Nanti ketika stabil entah di triwulan tiga atau empat, maka akan dibayarkan dan dikembalikan normal kembali plus yang ditunda karena itu adalah piutang daerah pada PNS," kata Chaidir, menambahkan.