REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria paparkan “Tantangan Pendidikan Tinggi Menghadapi COVID-19” pada Dialog Internasional yang diselenggarakan secara virtual oleh Kasetsart University, Thailand, Senin (1/6).
Dalam kesempatan ini, Prof Arif menyampaikan pesan-pesan kunci (key messages) berdasarkan pembelajaran yang diperoleh IPB University dalam menghadapi pandemi Covid-19. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 130 peserta terdaftar dari mitra universitas di Asia dan Eropa. Pada Dialog Internasional ini Prof Arif diminta secara khusus untuk memberikan paparan tentang pentingnya kepemimpinan (leadership) perguruan tinggi (PT) dalam menghadapi Covid-19.
“Perlu kecepatan pengambilan keputusan dalam menghadapi implikasi Covid-19 terhadap pendidikan. Baik implikasi sistem pembelajaran, termasuk mahasiswa yang memiliki keragaman akses serta keragaman adaptasi dosen dalam kuliah daring, maupun implikasi riset dan inovasi. Seperti diketahui, pandemi Covid-19 juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi orang tua mahasiswa sehingga perlu insentif khusus untuk kelompok terdampak. Juga diperlukan kecepatan adaptasi dosen terhadap sistem daring, sehingga perlu dipersiapkan peningkatan kapasitas dosen dalam membuat kuliah daring yang menarik. Begitu pula perlu langkah cepat untuk menyiapkan infrastruktur yang sesuai dengan protokol kesehatan,” ujarnya.
Prof Arif menekankan bahwa strategi mengatasi Covid-19 harus berbasis pada pemetaan masalah yang tepat. Strategi ini harus terkait strategi jangka panjang. Dalam jangka pendek IPB University membetuk Tim Crisis Center Covid-19 sebagai pra-syarat tanggap darurat.
IPB University membagi menjadi lima fase aksi dalam tanggap. Yaitu Fase Membangun Kesadaran dan Kewaspadaan Kolektif (29 Februari-11 Maret), Fase Antisipasi dan Penapisan Masalah (11 Maret-sekarang), Fase Penanganan dan Pengendalian Masalah (17 Maret-sekarang), Fase Pengembangan Solusi (22 Maret-sekarang) and Fase Pemulihan (sesuai dengan kondisi).
“Ada beberapa pembelajaran penting yang kami peroleh selama menangani pandemi Covid-19 ini. Yakni pentingnya penguatan infrastruktur digital/IT yang mencakup aspek teknologi digital terkini serta platform pembelajaran on-line. Mendorong perubahan pola fikir positif pada kehidupan sehari-hari bagi sivitas akademika, dimana perubahan sikap dan cara berpikir menuju normal baru ini diperlukan. Terbangunnya kesadaran manajemen risiko dalam menghadapi krisis ini. Menjaga hubungan internasional yang sudah terbangun mencakup aspek mobilitas internasional dan implementasi kemitraan perguruan tinggi. Arah baru pendidikan yang mencakup penguatan skill untuk belajar mandiri/independen serta penguatan modal sosial di lingkungan perguruan tinggi. Dan pentingnya arah baru agenda riset dan pengabdian masyarakat,” ujarnya.
Berbagai pembelajaran tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh Perguruan Tinggi untuk mendisain rencana pembukaan kampus pasca Covid-19 (campus reopening). Menurutnya, data dan fakta harus digunakan termasuk pertimbangan bio-risiko sebagai panduan untuk implementasinya.