Selasa 02 Jun 2020 04:00 WIB

Konsep Ibnu Sina dalam Hadapi Wabah dan Pembuktian Ilmiahnya

Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah.

Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah. Ibnu Sina
Foto: Google.com
Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah. Ibnu Sina

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh, Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg*

Dalam artikel berjudul "Can The Power of Prayer Alone Stop a Pandemic Like Coronavirus? Even The Prophet Muhammad Thought Otherwise" yang dimuat dalam majalah Amerika Newsweek pada pertengahan Maret 2020, Profesor Dr Craig Considine (guru besar pada the Department of Sociology at Rice University di Amerika) mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah orang yang pertama mengusulkan karantina dan merekomendasikan kebersihan pribadi dalam menghadapi kasus-kasus penyebaran epidemi. Hal itu diutarakan tatkala menjelaskan latar belakang perkembangan virus corona (Covid-19) di dunia sekarang ini. Informasi ini disebarluaskan berbagai surat kabar daring antara lain el-Youm el-Sabi dan el-Akhbar.

Dalam tulisannya, ia antara lain menyebutkan pendapat tenaga ahli imun seperti dokter Anthony Futsi dan koresponden medis seperti Sanji Gupta. Ia mengatakan bahwa kebersihan pribadi dan karantina yang baik adalah cara terbaik untuk membatasi penyebaran Covid-19.  

Craig Considine melontarkan pertanyaan, apakah Anda tahu siapa orang yang pertama menganjurkan kebersihan pribadi dan karantina selama wabah? Dia adalah Nabi Muhammad SAW, Nabi Islam 1.400 tahun yang lalu ... pada saat sama sekali tidak ada yang ahli dalam bidang penyembuhan secara tradisional tentang epidemi yang mematikan itu, (Rasul) telah menjelaskan cara-cara pencegahan penyebaran wabah, seperti Covid-19 yang melanda dunia sekarang  ini. 

Selanjutnya, ia menuturkan sabda Rasulullah SAW: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah maka janganlah kalian memasukinya. Namun, jika terjadi wabah di tempat kamu berada maka jangan tinggalkan tempat itu." Dia juga merujuk sebuah hadits Rasulullah yang memerintahkan "mereka yang telah terinfeksi penyakit menular harus dijauhkan dari orang sehat". 

Craig Considine menyebutkan fakta sejarah bahwa Nabi SAW memotivasi umat manusia agar komitmen terhadap kebersihan pribadi sehingga membuat orang aman dari infeksi. Ia merujuk  sebuah hadits yang sangat populer: “Al-nazhāfah minal-īmān” (kebersihan adalah bagian dari iman) dan hadits lain yang menyeru manusia agar mencuci kedua tangan tatkala bangun tidur serta mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.  

Apa yang disampaikan Profesor Dr Craig Considine jika ditelusuri dalam kitab-kitab hadits benar adanya. Hadits yang dirujuknya pun hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Adapun tentang ajaran Rasul SAW untuk komitmen terhadap kebersihan pribadi lainnya dapat dilihat antara lain dalam ajarannya tentang berwudhu, termasuk rukun dan sunah wudhu. 

Sekitar 350 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, di Persia (sekarang Iran) lahir Abu Ali al-Ḥusayn ibnʿAbdillah ibn Sina, yang dikenal dengan Ibnu Sina (980-1037) dan dikenal juga di Barat sebagai "Avicenna". Ia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter. 

Karyanya yang sangat monumental adalah al-Syifā (Penyembuhan, terdiri atas 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan) dan al-Qānūn fī al-Ṭibb (Canon of Medicine, Aturan Pengobatan) yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Orang Barat menyebut Ibnu Sina dengan panggilan the Prince of Doctors (Pangeran Para Dokter) dan  the Father of Modern Medicine in the Middle Ages (Bapak Kedokteran Moderen dalam Abad Pertengahan). 

photo
Kitab keKitab Kamil as-Sinaa at-Tibbiyya yang ditulis Ali Ibnu Abbas - ()

Sehubungan dengan pemberantasan pandemi, ada peristiwa yang sangat monumental yang dilakukan Ibnu Sina. Pada suatu waktu Ibnu Sina dan murid-muridnya pergi menemui seorang ulama, Abu al-Rayhān al-Birūni. Ini adalah pertemuan kali pertama di antara mereka. 

Al-Biruni menyambut Ibn Sina dengan dua tangan terbuka untuk memeluknya. Namun, Ibnu Sina mundur dan menolak menyentuhnya. Ia minta disediakan pakaian baru untuknya dan orang-orang yang menyertainya. Ia juga meminta mangkuk dengan larutan cuka untuk mencuci tangan dan wajah mereka. 

Apa yang disampaikan Ibnu Sina ini merupakan protokol kesehatan yang tidak jauh berbeda dengan tata cara mencegah infeksi virus corona pada masa sekarang ini, di samping  penggunaan sabun atau etil alkohol (alkohol murni) untuk membunuh virus.  

Al-Biruni terkejut dengan permintaan Ibnu Sina tersebut seraya bertanya kepadanya, "Ini tradisi bangsa mana?"   

Ibn Sina menjawab, "Tradisi ini harus berlaku di negara-negara tempat Wabah Hitam (Black Death) bersembunyi."   

Ibnu Sina menyadari bahwa sulit bagi publik untuk berusan dengan virus yang tidak mereka lihat. Ia berbicara hal tersebut ketika mikroskop dan cara melihat virus tidak dikenal seperti sekarang ini. Namun demikian, Ibnu Sina telah mengidentifikasi virus ke murid-muridnya dengan sangat tepat, seolah-olah ia memiliki laboratorium ilmiah modern. Ia mengetahui bahwa semua penyakit menular disebabkan kāinat daqīqah (mikroorganisme) yang tidak dapat dilihat, dan bisa menempel pada apa saja, seperti pakaian, wajah, tangan, dan rambut. 

Di samping itu, Ibnu Sina menjelaskan kepada sahabatnya bahwa tidak usah takut menghadapi wabah ini, tetapi hadapilah dengan sukacita dan kegembiraan karena wabah itu tidak takut kepada pengecut dan penakut. 

Berbagai inovasinya, sebetulnya, selaras dengan ilmu pengetahuan modern antara lain bahwa pasien dalam kondisi sikap mental yang optimistis lebih cepat merespons pengobatan daripada pasien yang takut karena panik. Rasa takut secara signifikan dapat melemahkan imunitas atau kekebalan tubuh. 

Dia menjelaskan pula bahwa wabah itu disebabkan oleh partikel yang tidak terlihat oleh mata telanjang; menembus udara, rambut, pakaian, dan sentuhan; serta ditularkan melalui gesekan antarmanusia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Ibnu Sina menyampaikan kata mutiaranya:

اَلوَهْمُ نِصْفُ الدَاءِ، وَالإطْمِئْنَانُ نِصْفُ الدَوَاءِ، وَالصَبْرُ بِدَايَةُ الشِفَاءِ

Al-wahm nishfud-dā-i, wal-ithmi’nān nishfud-dawā-i, wal-şabr bidāyah al-syifā

Delusi (serba kawatir) adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh pengobatan, dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement