REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyarankan penggunaan bajaj sebagai transportasi umum alternatif ojek kembali digalakkan. Sebab, risiko penularan corona masih bisa terjadi di ojek walau penumpang dan pengemudi mengenakan helm pribadi.
Djoko meminta pemerintah merancang kembali angkutan alternatif yang bisa menggantikan peran ojek demi mengindari penularan corona. Salah satu indikatornya agar moda angkutan tersebut menyediakan jarak antara pengemudi dan penumpangnya. Kriteria itu ada pada kendaraan roda tiga yang populer disebut bajaj yang mana mengambil nama merk kendaraan tersebut.
"Pada kendaraan bajaj sangat mudah dipasang sekat permanen sehingga tercipta jarak fisik antara ruang penumpang dan ruang pengemudi," kata Djoko dalam keterangan pers kepada Republika, Selasa (2/6).
Djoko mengimbau pemerintah membantu mengatasi kelemahan bajaj. Di antaranya terbatasnya jumlah armada dan pembatasan wilayah operasi. Di sisi lain, keunggulan bajaj mampu mengangkut penumpang sekaligus barang dan terlindung dari cuaca panas maupun hujan.
"Guna lebih mempopulerkan bajaj, pemerintah dapat menghilangkan pembatasan wilayah operasi, sehingga menjadi leluasa layaknya sepeda motor," ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Menurut Djoko, bajaj dapat juga dilengkapi teknologi modern agar menyesuaikan kebutuhan zaman. Misalnya memakai meteran penghitung ongkos (argometer), metode pembayaran nontunai, dan pemesanan secara daring.
"Pemerintah bisa merangkul perusahaan penyedia kendaraan, Organda, kalangan perbankan, sekaligus perusahaan penyedia aplikasi sistem pemesanan daring," ucap Djoko.