REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta tidak merekomendasikan pelaksanaan sholat Jumat dua gelombang sesuai fatwa MUI pusat.
"Kami MUI DKI Jakarta sami'na wa atho'na dengan fatwa MUI pusat," kata Ketua MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtardalam konferensi pers di Gedung MUI Pusat Jakarta, Kamis (4/6).
Sami'na wa atho'na maksudnya adalah istilah yang dikutip dari Alquran yang artinya kami mendengar dan kami menaati. Sempat terjadi polemik antara MUI Pusat dan MUI Jakarta yang memiliki perbedaan fatwa Sholat Jumat melalui Fatwa MUI DKI Nomor 5 Tahun 2020. Meski berbeda, Munahar mengatakan Fatwa MUI DKI memang memiliki landasan sendiri.
Terdapat pendapat-pendapat soal pelaksanaan Jumatan yang sama-sama memiliki rujukan kuat. Dalam fatwa itu terdapat banyak hal tetapi untuk poin sholat dua gelombang tidak diberlakukan mengikuti Fatwa MUI Pusat Nomor 5 Tahun 2000.
"Kita menuju satu arah. MUI DKI ada rujukan Fatwa MUI Tahun 2000. Tapi kawan-kawan Komisi Fatwa MUI Pusat memiliki referensi-referensi lain," kata dia.
Maka dari itu, dia mengatakan untuk persoalan pendapat Sholat Jumat dua gelombang, MUI DKI mengikuti MUI Pusat merujuk pada Jumatan dalam beberapa shift tidak relevan dengan keadaan di Indonesia.
Munahar mengatakan mayoritas ulama menyebut Sholat Jumat dua gelombang bisa dilakukan di kawasan dengan jumlah masjid terbatas dan di kawasan minoritas seperti di Eropa, Amerika Serikat dan daerah lain yang relevan.
"Sholat Jumat di Indonesia dua gelombang tidak memungkinkan karena banyaknya tempat-tempat yang bisa kita gunakan. Kita tetap kembali ke MUI Pusat dalam kondisi saat ini di Jakarta. Ini tidak memungkinkan diterapkan di Jakarta," kata dia.