REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Wakil Perdana Menteri Libya pada Kamis mengatakan bahwa dirinya berharap penurunan eskalasi atau pertempuran di negaranya setelah kunjungannya ke Rusia.
"Dalam periode beberapa hari mendatang, kita akan melihat penurunan tajam dalam eskalasi militer berkat diplomasi Rusia, yang akan bekerja sama dengan kami untuk mengurangi eskalasi ini," tutur Ahmed Maiteeq dalam sebuah wawancara dengan kantor berita RIA yang dikelola pemerintah Rusia.
Maiteeq mengatakan dirinya mengadakan banyak pertemuan di Moskow, termasuk dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan perwakilan dari Kementerian Pertahanan dan badan intelijen.
"Pemerintah Tripoli sekarang yakin bahwa Rusia adalah mitra yang sangat penting untuk membangun stabilitas di Libya," kata dia.
Setelah Maiteeq dan Menteri Luar Negeri Libya Mohamed Siala bertemu Lavrov pada Rabu kemarin, Kementerian Luar Negeri Rusia menyampaikan keinginan Moskow untuk "menghentikan permusuhan secepatnya dan menggelar dialog inklusif dengan partisipasi semua kekuatan politik utama Libya dan gerakan sosial”.
Pada Kamis, tentara Libya mendeklarasikan bahwa pihaknya telah membebaskan ibu kota Tripoli secara keseluruhan, sementara pasukannya terus maju ke kota lain arah tenggara, benteng terakhir panglima perang Khalifa Haftar di Libya barat.
Deklarasi itu datang sehari setelah Tentara Libya berhasil merebut kembali Bandara Tripoli dari milisi Haftar.
Pemerintah Libya melancarkan Operasi Perdamaian Badai pada Maret untuk melawan serangan terhadap ibu kota. Baru-baru ini tentara Libya menyelamatkan tempat-tempat strategis, termasuk pangkalan udara Al-Watiya dari pasukan Haftar.
Pemerintah Libya didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin PBB. Tetapi upaya penyelesaian politik jangka panjang gagal karena serangan militer oleh pasukan Haftar.