REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa pandemi virus corona atau Covid-19, semuanya dituntut untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar terhindar dari wabah virus ini. Pesantren juga diingatkan dan diminta meningkatkan kualitas bersihan agar para santri terhindar dari berbagai penyakit.
Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, new normal adalah pola hidup yang bersih dan rapi. Di dalam ajaran Islam juga disampaikan bahwa kebersihan sebagian dari iman.
"Sayangnya kebersihan ini salah satu yang belum dimiliki pesantren, ini yang mendasari kemarin kita minta supaya kita merumuskan new normal ala pesantren," kata KH Rozin saat menjadi pembicara Webinar bertema 'Memaknai New Normal ala Pesantren' yang diselenggarakan Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (AMALI), Jumat (5/6).
Ia mengungkapkan, sangat yakin pesantren memiliki kemandirian yang luar biasa. Yakin pesantren juga mandiri secara ekonomi. Tentu juga yakin pesantren memiliki khazanah keilmuan yang luar biasa. Tetapi standar kebersihan dan kesehatan di pesantren agak meragukan.
RMI dua tahun yang lalu bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Diketahui bahwa Indonesia adalah negara ketiga di dunia yang penduduknya banyak menderita tuberkulosis (TBC) setelah Cina dan India. Ada tiga kelompok penyumbang terbesar TBC di Indonesia. Kelompok ketiga penyumbang TBC adalah pesantren. "Yang kena TBC di pesantren kalau tidak sekamar ya satu kelas," ujarnya.
KH Rozin mengatakan, walau TBC dan Covid-19 tidak sama, tapi ini adalah tanda bahwa perhatian kepada kebersihan di pesantren itu harus menjadi konsen utama. Terlebih saat para santri ingin segera kembali ke pesantren.
RMI tegas mengambil sikap, kalau belum siap menerapkan protokol kesehatan yang baik ditahan dulu. Tapi kalau siap menerapkan protokol kesehatan yang baik maka silahkan jalankan dengan baik dan disiplin. Supaya Covid-19 bisa dicegah masuk ke pesantren.
Menurut KH Rozin, pesantren membutuhkan ruang karantina yang memenuhi standar kesehatan. Maka pemerintah harus hadir membantu pesantren. "Saya kira pesantren selama ini ketika Covid-19 hadir sampai Covid-19 mau pergi, pesantren adalah pihak yang tidak rewel menuntut apapun kepada pemerintah," jelasnya.
Ia mengatakan, ketika Covid-19 mau pergi, maka tidak berlebihan jika RMI meminta negara hadir untuk pesantren. Karena pesantren butuh dukungan untuk melangsungkan hidupnya sambil merawat negeri dan merawat keilmuan keagamaan.
"New normal di pesantren perlu kita rumuskan bersama-sama karena perspektifnya masih berbeda-beda dan apapun yang dilakukan oleh RMI dan AMALI semata-mata untuk kebaikan pesantren," ujarnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo di Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy juga menjadi narasumber dalam Webinar ini. Dia menjelaskan bahwa new normal adalah pola hidup sehat. Tapi ia menambahkan khazanah makna new normal itu.
Menurutnya, dalam bahasa agama, new normal disebut memperbaharui keimanan. Dalam bahasa pesanteren new normal adalah menjaga keimanan.
"Kemarin pola kehidupan kita mungkin kurang memenuhi standar kesehatan, sehingga banyak para santri terdampak penyakit seperti sakit pernapasan, penyakit kulit dan penyakit ala pesantren lainnya. Ini mungkin teguran bagi kita karena kurangnya pola hidup sehat sesuai tuntunan baginda Nabi (Muhammad SAW)," kata KHR Azaim.
Ia menjelaskan, mungkin kemarin kurang mengikuti sunnah Nabi, sehingga keimanan pun berkurang. Maka nilai new normal bagi dunia pesantren adalah kembali hidup sehat ala Nabi dan tidak lagi menggunakan alat kebersihan secara sembarangan di pesantren.
Kedepan diharapkan para santri bisa menjaga alat kebersihan dengan baik. Alat kebersihan pribadi digunakan untuk pribadi, sehingga tidak terjadi penularan penyakit. Supaya pesantren bisa melanjutkan fungsi dan perannya. Bisa saling bertatap muka dan santri bisa meneladani gurunya dengan melihat langsung perilaku keseharian gurunya. Tapi dengan tetap dikawal oleh protokol kesehatan.
"Waspada dan hati-hati tapi tidak pesimis. Besar hati untuk melanjutkan kegiatan pesantren," jelasnya.
KHR Azaim berpandangan, kalau pesantren dipaksa mengikuti peraturan umum yakni tahun 2021 baru memulai pendidikan. Menurutnya ini menimbulkan kerugian besar bagi dunia pesantren termasuk AMALI.
Ia menambahkan, hingga hari ini pesantren-pesantren terus musyawarah dan diskusi mengikuti perkembangan pandemi Covid-19. Pesantren sedang merumuskan protokol kesehatan agar aktivitas di pesantren dapat kembali berjalan.