REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Diubahnya formulasi penghitungan nilai gabungan pada PPDB SMA/SMK 2020 di DIY dengan menjadikan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu pertimbangan mendapat respons baik dari beberapa kepala sekolah. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Yogyakarta Mifta Kodin mengaku, setuju dengan hal tersebut.
Menurutnya, nilai UN itu sendiri memiliki standar yang sama untuk tiap sekolah. Sehingga, nilai UN yang menjadi pertimbangan dalam PPDB di DIY tersebut dinilai mampu memetakan kemampuan siswa secara obyektif.
"Saya setuju karena nilai UN merupakan nilai siswa itu sendiri," kata Mifta kepada Republika, Ahad (7/6) malam.
Untuk bobot perhitungan nilai ini awalnya diambil dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.
Formulasi tersebut diubah menjadi rata-rata nilai rapor ditambah dengan nilai UN dengan total bobot sebesar 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.
Formulasi dalam PPDB SMA/SMK memang seharusnya tidak hanya diambil dari nilai rapor. Ia menyebut, nilai rapor semestinya terstandar karena kompetensi dasarnya di tiap sekolah yang sama.
Namun, tingkat kedalaman dan keluasan dari tiap materi akan berbeda di masing-masing sekolah. Dengan begitu, tingkat kemampuan rata-rata peserta didik pun berbeda di tiap sekolah.
Untuk itu, menurutnya nilai UN tidak masalah jika menjadi salah satu pertimbangan dalam PPDB SMK/SMK 2020 di DIY. "Hal ini bisa mengakibatkan bobot nilai masing-masing sekolah bisa berbeda," ujarnya.