REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL – Mantan jurnalis BBC, dan presenter televisi, Khalil Charles mempertanyakan mengapa Muslim dari kalangan (kulit putih) menggunakan Muhammad Ali dan Malcolm X sebagai simbol perjuangan Muslim global, dan Islamofobia.
"Ketika saya membaca artikel yang ditulis penulis Muslim Asia atau Arab, dan melihat gambar Malcolm dan Ali di profil media sosial. Saya bertanya-tanya, apakah mereka bergantung pada ikon-ikon ini, karena mereka tidak dapat mengidentifikasi dengan tokoh-tokoh Asia atau Arab yang sama-sama berpengaruh," kata Khalil Charles, dilansir dari laman 5pillarsuk, Sabtu (13/6).
Pada awalnya, baik Muhammad Ali dan Malcolm X merupakan ikon separatisme hitam. Mereka lebih memilih untuk hidup sendiri, dan ingin menjaga ras murni keduanya.
Ali dan Malcolm X kemungkinan tidak tertarik untuk hidup di antara orang-orang Asia selatan, atau Arab. Menurut Khalil Charles, pesan pembangkangan mereka sama sekali tidak dapat disamakan dengan perjuangan yang dialami komunitas Muslim. Baik itu perjuangan di dunia Barat, dan mayoritas Muslim.
Saat ini komunitas Muslim Asia Selatan, dan Arab menikmati kesempatan pendidikan, serta pekerjaan yang lebih baik daripada rekan-rekan yang berkulit hitam. Muslim tersebut juga memiliki struktur keluarga kuat, yang saling mendukung pada saat kesulitan.
Sementara Malcolm dan Ali datang dari era di mana ada keluarga-keluarga disfungsional, yang tersebar luas dalam komunitas-komunitas Afrika-Amerika. Ini berakar pada sejarah traumatis perbudakan trans-Atlantik.
Diskriminasi, dan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang kulit hitam merupakan hal yang biasa selama beberapa dekade, bahkan setelah penghapusan perbudakan.
Khalil Charles mengungkapkan, perjuangan umat Islam melawan penindasan global, dan Islamofobia tidak dapat disamakan dalam istilah yang sama dengan pengalaman orang-orang kulit hitam dari perbudakan. Itu juga tidak sama denggan gerakan hak-hak sipil 1960-an, hingga gerakan Black Lives Matter pada hari ini.
"Kedua pria itu, pindah dari separatisme hitam ke arus utama Islam Sunni, tetapi mereka tidak pernah meninggalkan gagasan Nasionalisme Hitam. Mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai kulit hitam dan bangga, dan melalui penegasan diri ini mereka mewakili orang-orang yang dirampas dan tertindas di antara orang Afrika-Amerika," papar Khalil Charles, yang kini menjabat sebagai Deputy News Editor di TRT World.
Sementara itu, sudah dikenal luas dalam layanan pengasuhan dan adopsi Muslim di Barat, bahwa pasangan Asia dan Arab jarang mengadopsi atau mengasuh anak yatim hitam di Karibia atau Afrika. Banyak pasangan telah menyatakan keprihatinan, tentang warisan dan bagaimana mereka akan menyerahkan kekayaan mereka kepada anak berkulit hitam.
"Salah satu imam favorit saya, Imam Siraj Wahaj, mengatakan bahwa pada hari-hari awal, baik Malcolm dan Ali menyatakan pendapat yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam," kata dia.
Dia mengatakan, ikon-ikon ini bukanlah figur yang tepat untuk mewakili perjuangan melawan Islamofobia global.
Mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan untuk mewakili orang kulit hitam, dan memproyeksikan sikap mereka pada pertahanan rakyat Afrika, yang tertindas di diaspora.
"Pesan saya bukan salah satu dari kebencian dan prasangka, itu adalah bahwa kita menempatkan Allah dan Rasul-Nya di atas manusia mana pun, tidak peduli seberapa besar kita berpikir mereka dalam perjuangan untuk hak-hak umat Islam," ucapnya.