REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, mengklaim telah menghabiskan sebanyak 27 ribu alat tes cepat untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 di wilayah setempat. Dengan intensitas tinggi pelaksanaan tes massal tersebut, Pemkot Bekasi mengklaim mampu mengendalikan penularan virus berbahaya ini.
"Tes massal pakai rapid masih terus berjalan karena kalau berhenti, ada orang sakit (positif) kita tidak tahu," kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di Bekasi, Sabtu (13/6).
Menurut dia, 27 ribu alat rapid test itu dihabiskan untuk mengetes secara acak di lingkungan warga, perbatasan wilayah, pusat keramaian, fasilitas publik, hingga pasar tradisional. "Di stadion kami lakukan tes massal setiap hari, sehari rata-rata bisa 200-300. Itu semua gratis," kata dia.
Rahmat menyebut tes massal secara acak sudah melebihi target, yaitu satu persen dari penduduk Kota Bekasi sebanyak 2,4 juta jiwa. "Mengacu pada Korea Selatan, di sana tes massal, yaitu 0,6 dari penduduknya. Sementara alat rapidtest itu kemarin kamijuga ada yang beli sendiri sebanyak 7.000," ucapnya.
Rahmat juga menyebut saat ini rasio penularan virus corona di Kota Bekasi dinilai sangat rendah. Hal itu dapat dibuktikan dengan mendengar ahli.
Berdasarkan data terakhir rasio reproduksi virus, yaitu 0,91 atau masih di bawah angka satu persen. Karena itu, dengan berbagai simulasi, aktivitas perekonomian tetap berjalan.
"Yang di mal di-rapid test, yang di tempat hiburan di-rapid test, di-swab. Sampai dengan saat ini sudah habis 3.000 alat rapid test. Yang reaktif belum ditemukan adanya klaster baru. Tetapi ada klaster malah dari rumah ke rumah. Kasus baru itu dapat dikendalikan dengan melakukan pelacakan interaksi," kata Rahmat.