REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Nawir Arsyad Akbar, Antara
Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mempertanyakan pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Hal tersebut ia katakan dalam merespons kembali jatuhnya pesawat milik TNI pada hari ini.
"Kita harus bicara soal bagaimana perawatan dan pemeliharaannya dilakukan. Karena perawatan tentunya berkaitan dengan kesiapan alat tersebut untuk ditampilkan dan digunakan sewaktu-waktu," ungkap Fahmi melalui video singkatnya, Senin (15/6).
Tentu, kata dia, diperlukan investigasi secara menyeluruh dan mendalam untuk mengetahui secara pasti penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Menurut dia, sebenarnya ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab jatuhnya pesawat, di antaranya bisa karena faktor cuaca, kesahalan manusia, atau terawat atau tidaknya pesawat.
"Kita harus bertanya kemudian bagaimana pemeliharaan rutin dilakukan? Apakah sudah dilakukan secara disiplin, artinya sesuai dengan standar operasionalnya, atau sesuai dengan bagiamana semestinya pemeliharaan dilakukan," jelas dia.
Hal tersebut, menurut Fahmi bisa dipertanyakan sebelum melihat kesimpulan dari hasil investigasi yang dilakukan. Ia mengatakan, informasi yang lebih jelas mengenai kondisi pesawat tersebut untuk beroperasi diperlukan untuk saat ini.
"Apakah pesawat tersebut dalam kondisi siap tempur dan bagaimana kompetensi personelnya. Itu dulu yang saya kira perlu dilihat sebelum kita mendapatkan hasil investigasi yang menyeluruh dan mendalam nantinya," kata dia.
Komisi I DPR RI juga mendesak Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk melakukan audit alutsista milik TNI terkait jatuhnya pesawat latih tempur Hawk 100/200 di Kabupaten Kampar, Riau pada Senin pagi. Anggota Komisi I DPR RI, Willy Aditya, di Jakarta, Senin, mengatakan, audit terhadap alutsista TNI penting dilakukan sebagai bagian dari penguatan sistem pertahanan nasional. Terlebih, beberapa hari sebelumnya Helikopter angkut MI-17 milik TNI AD jatuh di Kendal, Jawa Tengah.
"Hawk 100/200 ini kan sebenarnya di desain sebagai pesawat latihan tempur ringan. Kecelakaan pertama percobaan Hawk 200 tahun 1986 terjadi karena black out dan disorientasi. Memang sudah banyak pengembangannya hingga tahun 2002. Sebagai pengguna perlu memeriksa semua alutsista yang dipakai," jelasnya.
Politisi Partai Nasdem ini menekankan dalam kerangka pembangunan sistem pertahanan yang komprehensif, Kemenhan perlu mengkaji kembali setiap peralatan sistem pertahanan yang digunakan Indonesia. Persenjataan yang Indonesia miliki perlu disesuaikan kembali dengan pembacaan situasi perkembangan terkini ancaman pertahanan.
"Audit sistem pertahanan ini mendesak dilakukan karena tentu perkembangan ancaman pertahanan terus berubah. Peralatan dan perlengkapan yang dipakai TNI itu harus menyesuaikan dengan situasi kekinian, termasuk pesawat yang dipakai. Kejadian berturut-turut ini harus mendapat perhatian serius," tuturnya.
Pesawat tempur TNI Angkatan Udara (AU) dengan jenis Bae Hawk 209 dengan nomor registrasi TT-0209 mengalami kecelakaan di Pekanbaru, Riau, pagi tadi. Sang pilot dikabarkan melontarkan diri dari pesawat dan berhasil selamat.
"Terjadi kecelakaan pesawat tempur jenis Bae Hawk 109 dengan nomor registrasi TT-0209 dengan pilot Lettu Pnb Apriyanto Ismail dari Skadron Udara 12 Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru," ujar Kepala Dinas Penerangan Tni AU, Marsma TNI Fajar Adriyanto, saat dikonfirmasi, Senin (15/6).
Kecelakaan tersebut terjadi pada 08.13 WIB. Lokasi kejadian berada di 5 km dari runway 36 Landasan Udara Roesmin Nurjadin Pekanbaru. Menurut Fajar, sang pilot berhasil melontarkan diri dari pesawat dengan menggunakan ejection seat dan selamat.
"Saat ini berada di RSAU dr Soekirman Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru untuk pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab kecelakaan dan informasi lainnya masih dalam proses investigasi oleh tim TNI AU," katanya.
In Picture: Pemakaman Korban Kecelakaan Helikopter TNI
Menurut salah seorang warga Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, pesawat TNI AU jatuh menimpa rumah warga.
“Iya ada pesawat jatuh jaraknya sekitar 500 meter dari rumah saya. Kejadian sekira pukul 08.30 WIB,” kata salah seorang warga Desa Kubang Jaya, Wahyu, ketika dihubungi, Senin.
Wahyu mengatakan, belum diketahui pasti adakah korban jiwa. Sedangkan lokasi tempat kejadian perkara sudah diblokade oleh personel TNI AU.
“Pesawat jatuh di rumah warga yang bernama Markun. Belum jelas apakah ada korban karena rumah itu biasanya kosong karena pemiliknya jarang di rumah,” kata seorang saksi mata yang tidak mau identitasnya disebutkan karena alasan keamanan.
Sebelumnya pada Sabtu (6/6), helikopter jenis MI-17 dengan nomor registrasi HA-5141 milik TNI Angkatan Darat (AD) yang sedang melaksanakan misi latihan terbang jatuh di Kendal, Jawa Tengah. Kecelakaan itu menyebabkan empat perwira TNI AD meninggal.
Terkait insiden ini, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari meminta adanya investigasi menyeluruh terhadap kecelakaan tersebut. Apalagi, kata Kharis, kecelakaan helikopter jenis MI-17 merupakan yang kedua kalinya setelah tahun lalu jatuh di Papua.
"Ini jelas harus dilakukan investigasi menyeluruh dan serius, karena TNI kita banyak pakai helikopter jenis ini," ujar Kharis lewat keterangan resminya, Senin (8/6).
Kharis mengatakan, helikopter buatan Rusia ini adalah sarana angkut milik TNI AD yang paling banyak dipakai. Baik dalam misi latihan atau pengiriman logistik dan pasukan.
Selain itu, MI-17 tidak hanya digunakan dalam operasi militer, tapi ia kerap turun dalam operasi SAR. Serta, menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia.
"Saya mohon kepada Panglima TNI, mengingat rentan dan pentingnya alutsista TNI agar menambahkan biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista. Jangan sampai ada yang kurang sedikitpun dan semoga tidak ada kecelakaan lagi ke depan," ujar Kharis.