Selasa 16 Jun 2020 11:38 WIB

Anggaran Covid-19 Surabaya Baru Digunakan 23 Persen

Pemkot Surabaya mengoptimalkan dana penanganan bantuan dari pihak lain.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kanan) mempertimbangkan banyak sebelum menggunakan anggaran penanganan Covid-19. Saat anggaran Covid-19 Surabaya baru terserap 23 persen.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kanan) mempertimbangkan banyak sebelum menggunakan anggaran penanganan Covid-19. Saat anggaran Covid-19 Surabaya baru terserap 23 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Anggaran penanganan virus corona jenis baru atau Covid-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur, hingga saat ini baru terserap 23 persen. Anggaran tersebut bersumber dari APBD Surabaya 2020 sebesar Rp 208,908 miliar.

Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti, di Surabaya, Selasa (16/6), mengatakan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 208,908 miliar tersebut berasal dari refokusing dan realokasi APBD Surabaya 2020 sebesar Rp 196,408 miliar ditambah dengan alokasi belanja tidak terduga pada APBD murni sebesar Rp 12,5 miliar.

Baca Juga

"Namun anggaran tersebut baru terserap kurang lebih 23 persen," katanya.

Menurut dia, ada anggaran dalam aspek sosial sebesar Rp 161,075 miliar yang belum digunakan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan Covid-19. Hal ini, lanjut dia, dikarenakan pemkot mengoptimalkan bantuan-bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos), Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan pihak swasta.

"Adanya bantuan-bantuan tesebut perlu disyukuri sehingga Pemkot Surabaya masih punya alokasi untuk anggaran penanganan Covid-19," ujarnya.

Namun demikian, kata dia, harus dipastikan lagi terkait dengan problem sosial di Surabaya apakah benar-benar sudah tidak ada. Kalau sekiranya masih ada warga yang kesulitan, lanjut dia, maka Pemkot Surabaya jangan sampai tidak melakukan intervensi apapun.

Terkait dengan apa yang disampaikan Wali Kota Surabaya ke sejumlah media bahwa pemkot melakukan penghematan, Reni mengatakan bahwa secara subtansi pihaknya setuju. Alasannya penghematan adalah langkah yang baik.

Tetapi yang tidak kalah penting menurut Reni adalah tidak hanya penghematan dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 ini, melainkan yang dibutuhkan adalah ketepatan, tepat dalam penganggaran dan langkah strategis kebijakan. Ketika pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Surabaya mulai merangkak naik sejak Maret hingga 14 Juni dengan kumulatif positif mencapai 4.014 orang, sembuh 1.269 orang dan meninggal 317 orang, kata Reni, hal tersebut semestinya menjadi evaluasi mendalam bagi Pemkot Surabaya di antaranya adalah alokasi anggaran dan penggunaan anggaran hingga saat ini.

"Kalau dengan alasan penghematan, pemkot tidak memberikan dukungan anggaran pada program yang sifatnya unggulan dan signifikan dalam penanganan Covid-19, saya kira itu kurang tepat. Seharusnya saat ini menjadi momen yang penting, kritis dan krusial dalam penanganan Covid-19," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengakui ia berpikir panjang untuk memastikan anggaran yang digunakan untuk belanja tersebut benar-benar efektif. Selain itu, Risma memang tidak suka bila mengeluarkan biaya besar, tapi hanya untuk jangka pendek. Dikhawatirkan peralatan yang hanya khusus untuk penanganan Covid-19 itu tidak terpakai begitu pandemi berakhir.

Ia menyebutkan bahwa anggaran yang dimiliki pemkot memang terbatas. Sehingga harus benar-benar dihemat dan dialokasikan untuk penanganan jangka panjang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement