REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menegaskan, tidak melakukan program cetak sawah baru di lahan gambut Kalimantan Tengah pada tahun ini. Pemerintah di sisa waktu yang ada memprioritaskan intensifikasi lahan sawah di area rawa yang sudah berproduksi.
"Tidak ada cetak sawah. Kita hanya intervensi lahan dan itu bukan lahan gambut, tapi lahan rawa mineral yang satu meter kedalaman ada air," kata Syahrul dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (22/6).
Dia menjelaskan, sesuai perencanaan, terdapat 164 ribu hektare (ha) lahan rawa di Kalimantan Tengah yang akan dibenahi. Sebanyak 85 ribu ha di antaranya hanya diintervensi dengan upaya intensifikasi agar produksinya meningkat.
Sementara, 79 ribu ha sisanya merupakan program ekstensifikasi atau perluasan dengan cara mencetak sawah baru. Syahrul menjelaskan, lahan yang akan diekstensifikasikan itu merupakan lahan yang sudah memiliki sistem pengairan primer dan sekunder.
Dengan begitu, hanya diperlukan rehabilitasi lahan dan pengeringan untuk dijadikan sawah. Dia pun kembali menekankan, bahwa lahan yang akan digunakan adalah lahan rawa mineral.
Khusus untuk tahun ini, pemerintah fokus pada intensifikasi namun luasan lahan yang diintervensi baru sekitar 30 ribu ha. Hal itu mengingat ketersediaan anggaran Kementan yang terbatas pasca dipangkas sebesar Rp 7 triliun akibat pandemi Covid-19. Adapun sisanya, termasuk rencana ekstensifikasi kemungkinan baru dapat dilakukan tahun depan.
"Empat bulan ini kami akan pilah mana lahan yang strategis dan utama harus diintervensi. Sisanya 2021. Kita juga masih mencari anggaran yang sesuai," kata Syahrul.
Ketua Komisi IV DPR, Sudin mengingatkan, pemerintah untuk lebih cermat mengenai kebijakan itu. Sebab, bagaimanapun membuka sebuah lahan sawah yang baru akan memberikan dampak signifikan terhadap perubahan tata ruang dan ekosistem lingkungan.
Komisi IV, kata dia, menyarankan agar pemerintah memanfaatkan lahan-lahan milik pemerintah, seperti yang dimiliki BUMN pertanian maupun kehutanan yang dapat dioptimalkan penggunaannya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, menegaskan, berbagai upaya perluasan lahan sawah akan sia-sia jika konversi lahan pertanian ke non pertanian, tetap terjadi. Apalagi, jika konversi beralih ke sektor properti yang memakan lahan ratusan hingga ribuan hektare.
Pihaknya pun mendesak, Kementan berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo untuk segera mengeluarkan perpres yang mengatur daerah agar tidak lagi memberikan izin pembangunan di area lahan pertanian produktif.
"Apapun cara yang dipakai tidak akan jalan kalau daerah tidak mentaati ini. Pangan kita darurat maka harus didorong produksi yang baik," kata dia.
Ia pun meminta, agar Kementan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta BUMN seperti Perhutani, Inhutani, dan PTPN dalam pemilihan lahan. Menurut dia, banyak lahan-lahan terbuka milik BUMN itu yang telah ditebangi namun tak lagi ditanami lantaran tidak memiliki modal usaha.
"Kita arahkan ini sehingga nanti November bisa ditanami bersama-sama. Saya yakin ada lebih dari 100 ribu hektare lahan-lahan itu dengan nilai produksi sangat tinggi," kata dia.