REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan ulang tahun Jakarta yang jatuh pada bulan Juni bisa menjadi kesempatan untuk menyambangi tempat untuk menikmati kuliner khas Betawi. Meski belum bisa bebas berjalan-jalan seperti biasa, para wisatawan tur virtual "Keliling Jakarta" dari Atourin bisa mengintip kuliner Betawi lewat foto.
Video serta penjelasan dari Ira Lathief, pendiri Wisata Kreatif Jakarta, Senin (22/6) malam. Walau tak bisa mencicipi langsung, tur virtual ini bisa jadi langkah awal untuk merencanakan petualangan kuliner di ibu kota begitu situasi kembali normal.
Lenggang Jakarta di Monas
Pusat kuliner di Monas ini dipenuhi oleh jajanan menggiurkan pada malam hari. Lenggang Jakarta adalah pusat kuliner yang dibangun pada zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk menertibkan kawasan pedagang kaki lima yang semrawut.
Selain menjual berbagai kuliner seperti kerak telor, terdapat toko oleh-oleh khas Betawi di Lenggang Jakarta. Di dalamnya, pengunjung bisa menemukan banyak produk, termasuk delapan ikon budaya Betawi, yakni ondel-ondel, kembang kelapa, ornamen Gigi Balang, baju Sadariah, kebaya kerancang, batik Betawi juga bir pletok.
Tanah Abang
Kawasan yang dikenal sebagai tempat berbelanja ini dulunya merupakan pemukiman warga Betawi. Di jalan KH Mas Mansyur, Anda bisa menemukan pedagang baju Pangsi, setelah kemeja polos dan celana longgar yang identik dengan penampilan Si Pitung.
Wisatawan diajak mampir ke warung Soto Rohaye yang menjual soto Betawi, soto mie, pecak gurame dan gabus pucung. Dua menu terakhir merupakan hidangan yang jarang bisa ditemui di restoran Betawi karena bahannya sulit didapat, jika ada, harganya pun mahal.
"Pecak gurame yang selalu ada biasanya di daerah Srengseng, dekat Setu Babakan," kata Ira.
Setu Babakan
Kampung Betawi di dekat Depok ini merupakan tempat yang cocok untuk melihat berbagai budaya Betawi, mulai dari kuliner, arsitektur hingga pertunjukan.
Biasanya, pengunjung bisa menikmati ragam pertunjukan budaya Betawi setiap akhir pekan; tanjidor, gambang kromong, tari topeng hingga palang pintu.
Lebih baik datang dengan perut kosong ke Setu Babakan karena ada banyak penjual makanan dan minuman khas Betawi. Kue-kue lawas seperti kembang goyang, kue rangi, akar kelapa hingga bir pletok segar (bukan kemasan) bisa disantap di sini. Wisatawan juga bisa melihat langsung pembuatan batik Betawi yang berlangsung setiap hari.
Condet
Kawasan ini banyak didiami oleh orang-orang keturunan Arab. Betawi sendiri merupakan percampuran dari bangsa-bangsa asing dan suku-suku Nusantara yang tinggal di Jakarta, salah satunya Arab. Condet bisa jadi pilihan bila Anda ingin mencari restoran Arab.
Dulu, ada banyak kebun salak di daerah Condet, buah yang jadi maskot kota Jakarta bersama elang bondol. Kini, kebun salak Condet sudah sulit ditemukan. Hanya tersisa satu hektare kawasan yang sudah dilindungi pemerintah.
Anda bisa mampir untuk mencicipi salak condet dan duku condet di Cagar Buah Condet. Menurut Ira, salak condet lebih manis dan bentuknya lebih besar dibandingkan salak pondoh.
"Salak condet tidak dijual di pasar," kata dia.
Mungkin Anda bisa menemui salak condet di hotel-hotel bintang lima karena buah-buah ini juga dikirimkan ke sana untuk mengenalkan buah-buah di Jakarta.
Di belakang kebun salak condet, wisatawan bisa mengikuti paket wisata susur sungai Ciliwung.
Ira menuturkan, Condet sebetulnya akan dijadikan perkampungan Betawi seperti Setu Babakan sejak Ali Sadikin menjabat jadi gubernur. Namun, proses yang alot dan penolakan warga membuat rencana itu direalisasikan di Setu Babakan yang juga dihuni banyak warga Betawi.
Kampung Tugu
Kawasan ini dihuni warga Betawi keturunan Portugis yang telah mendiami Kampung Tugu sejak abad ke-17. Leluhurnya adalah para tawanan Portugis yang dibawa ke Batavia. Mereka dibebaskan oleh Belanda dengan syarat harus pindah agama dari Katolik menjadi Kristen Protestan.
Budaya Portugis terlihat kental dari baju tradisional yang kerap dipakai untuk menari hingga nama marga.
Banyak orang di Kampung Tugu hampir jadi korban peristiwa Gedoran karena disangka pro asing, namun seorang bapak haji memasang badan untuk melindungi warga Kampung Tugu karena mereka juga masyarakat Indonesia.
"Sejak saat itu mereka tidak diganggu, sebagai tanda terima kasih, orang Tugu memasukkan budaya Islam ke budaya mereka," kata Ira, menunjukkan fotonya di gereja bersama seorang bapak yang mengenakan baju koko dan peci.
"Ini baju pengurus gereja," jelas dia.
Beberapa perayaan menarik di Kampung Tugu adalah Rabo-rabo pada tahun baru, rombongan warga berkunjung ke tiap rumah sambil bermain musik keroncong. Orang dari rumah yang dikunjungi harus ikut pergi ke rumah selanjutnya, sehingga rombongan semakin banyak dan meriah.
Sepekan kemudian, warga Kampung Tugu merayakan mandi-mandi dengan saling menggosokkan bedak cair ke wajah orang lain.
"Ini simbol. Yang paling cemong, paling banyak terima maaf dari orang lain."
Kuliner khas Portugis bisa disantap di Kampung Tugu, meski Anda harus memesannya terlebih dahulu dengan pengusaha katering di sana, termasuk Eugeniana Quiko alias Ena.
Kue-kuenya hanya ada di Kampung Tugu dan tidak setiap hari tersedia. Contohnya, Ketan Unti dari ketan yang dibumbui gula merah. Ketan Unti biasanya dibuat ketika ada orang yang baru meninggal dunia.
Ada pula Pisang Udang, mirip Nagasari, berisi irisan pepaya, udang, bawang goreng dan gula, kemudian dibungkus daun pisang dalam bentuk segitiga.
Pun ada Apem Kinca, terbuat dari tepung beras, tepung terigu dan nasi, disajikan dengan kuah santan dan gula merah.
Rumah Si Pitung di Marunda, Cilincing
Jawara pemberontak yang jago silat dan konon sakti ini disebut Robin Hood ala Betawi. Ia merampok rumah orang kaya, lalu hasilnya dibagikan kepada warga miskin. Ada yang percaya si Pitung hanya cerita rakyat, ada pula yang meyakini sosoknya memang nyata.
Rumah Si Pitung adalah rumah kenalannya, seorang bapak haji asal Bugis yang menolong Pitung berlindung dari kejaran Belanda.
"Karena asalnya Bugis, rumahnya berbentuk rumah panggung," ujar Ira.
Si Pitung akhirnya ditangkap oleh Belanda. Karena dianggap sakti, mayatnya dimutilasi menjadi tiga agar tidak hidup kembali dan dibawa ke tempat berbeda.
"Katanya ada yang dimakamin di Slipi, Rawa Belong sama Belanda, dia meninggal saat masih bujang," imbuh Ira.