REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang suami memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada istrinya. Namun bagaimana istri menyikapi seorang suami yang tergolong pelit dalam memberikan nafkah atau bahkan tidak memberikan nafkah?
Firman Arifandi menjelaskan mengenai hal itu dalam buku Serial Hadis Nikah 6: Hak dan Kewajiban Suami Istri. Dia memaparkan, istri diperbolehkan mengambilnya sesuai kadar yang dibutuhkan dalam kasus di mana suami enggan memberikan nafkah kepada keluarganya.
Hal itu seperti dijelaskan dalam hadits berikut:
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan masuk menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan adalah orang yang pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang cukup untukku dan anak-anakku kecuali aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah yang demikian itu aku berdosa? Beliau bersabda: "Ambillah dari hartanya yang cukup untukmu dan anak-anakmu dengan baik." (Muttafaq Alaihi)
"Namun di kemudian hari jika kasus ini terulang atau bahkan berkelanjutan, maka sang istri berhak mengajukan gugatan," kata Firman.
Allah SWT berfirman: "Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 229)
Firman menjelaskan, istri berhak mendapatkan nafkah dari suaminya, bahkan nafkah terhadap istri lebih diutamakan ketimbang anak. "Nafkah terhadap istri ini bisa meliputi makan dan minum, rumah dan perlengkapannya, obat, serta pelayan atau pembantu," ujar Firman.
Dalil atas hal itu yakni sebagaimana Surah At Thalaq ayat 7:
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan."
Hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari jalur Abu Hurairah RA, menyebutkan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi SAW lalu menyampaikan dirinya punya satu dinar. Kemudian Nabi SAW bersabda, "Nafkahilah dirimu sendiri."
Orang itu berkata kembali bahwa dia punya satu dinar lagi. Nabi SAW bersabda, "Nafkahi anakmu." Orang itu berkata kembali ia punya satu dinar. Nabi SAW bersabda, "Nafkahi istrimu." Lalu dia mengatakan punya satu dinar lagi. Nabi SAW bersabda, "Nafkahi pembantumu." Kemudian berkata lagi punya satu dinar lagi. Lantas Nabi SAW bersabda, "Engkau lebih tahu (siapa yang harus diberi nafkah)."
"Hadist di atas menjelaskan tentang hak nafkah istri dari suami, yang bahkan dalam hal ini istri layak lebih diutamakan dibandingkan anaknya," kata Firman.