REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Enoh Suharto Pranoto menilai, KEK industri halal memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim. Terlebih, industri halal tengah menjadi sorotan saat era normal baru, ketika higienitas merupakan prioritas saat ini.
Enoh menjelaskan, potensi semakin besar seiring dengan tatanan new normal yang semakin mengutamakan kebersihan atau higienitas. Industri halal diketahui identik dengan karakteristik tersebut. "Jadi, memang kalau ditanyakan potensi, ya sangat besar," kata Enoh ketika dihubungi Republika, Rabu (24/6).
Enoh menyebutkan, beberapa aspek yang harus diperhatikan adalah target pasar hingga bisnis model. Apakah pengembangannya KEK industri halal fokus dengan pasar tertentu atau diperuntukkan secara terbuka.
"Lalu akomodasinya seperti apa? Dan apakah mereka ingin memproduksi barang halal untuk pariwisata?" kata dia.
Setali tiga uang, penggodokan sertifikasi halal masih penuh dengan hambatan. Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso menuturkan, proses sertifikasi halal masih menunggu Standard Operational Procedure (SOP) dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Bambang menjelaskan, SOP tersebut menjadi kunci utama bagi pemerintah untuk melanjutkan proses sertifikasi halal. "Kalau ini (SOP) sudah beres, mestinya bisa jalan. Coba cek ke BPJPH," kata Bambang ketika dihubungi Republika, Rabu (24/6).
Bambang memastikan, sertifikasi halal tidak akan terhenti meskipun pembahasan salah satu klaster RUU Cipta Kerja, ketenagakerjaan, harus ditunda. Khususnya terkait UMKM dan beberapa hal tetap akan dibahas.