REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL – Perdebatan terkait peruntukan Hagia Sophia sebenarnya sudah muncul sejak penetapannya sebagai museum pada 1935.
Isu itu kembali memanas setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa Hagia Sophia akan dibuka sebagai masjid, tepat dua hari sebelum pemilihan lokal Turki pada Maret 2019.
Tapi, ketika kandidat wali kota Istanbul dari Partai AK kalah telak, Erdogan sedikit mundur.
Kini 2020, isu itu kembali menyeruak usai Direktur Komunikasi Erdogan Fahrettin Altun, mencicit di Twitter pada 10 Mei lalu.
Dia mengunggah foto Hagia Sophia disertai kalimat "Kita merindukannya! Tapi bersabarlah. Kita akan mewujudkannya bersama."
Kemudian, The Greek Times, media Yunani, menurunkan laporan yang menyebut bahwa karya agung arsitektur Romawi Timur abad ke-6 di Istanbul akan segera diubah kembali menjadi masjid. Koran-koran di Yunani juga bereaksi terhadap pernyataan dari Serikat Pekerja Agama dan Yayasan Turki bahwa shalat Jumat pertama setelah pandemi akan dilakukan di Hagia Sophia.
Kementerian Luar Negeri Yunani juga mengkritik pembacaan Alquran di dalam Hagia Sophia saat peringatan 567 tahun penaklukan Ottoman atas Konstantinopel (Istanbul) pada 29 Mei lalu. Erdogan menyerang balik. "Apakah Anda atau kami yang memerintah Turki?" ucapnya.
Kendati demikian, rencana Erdogan juga mendapat dukungan dari pihak kristen. Berbeda dengan pejabat Gereja Ortodoks Yunani, Patriark Armenia Turki, Sahak II, secara mengejutkan mendukung rencana Erdogan.
Menurut emimpin spiritual umat Kristen Armenia di Turki itu, Hagia Sophia memang seharusnya dijadikan tempat ibadah. Namun, dia menginginkan Hagia Sophia dijadikan tempat beribadah Islam sekaligus Kristen karena ukurannya yang cukup luas. Kejadian unik terjadi pekan lalu. Good Party, partai nasionalis, mengajukan RUU ke Parlemen untuk membuka Hagia Sophia sebagai tempat ibadah umat Islam, tapi pemerintah Turki malah menolaknya. Wakil Ketua Partai AK, Mehmet Mus, mengatakan masalah Hagia Sophia sedang ditangguhkan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk ibadah akan diambil pada Juli.
Barisan oposisi menentang rencana itu. Walikota Istanbul Ekrem Imamoglu dari Partai Rakyat Republik salah satunya yang menentang.
Dia meyakini bahwa saat ini bukan waktu yang tepat membahas status Hagia Sophia. Sebab, sektor pariwisata sedang anjlok hingga 97 persen dan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan karena pandemi.
Kini semua pihak sama-sama menanti. Keputusan status Hagia Sophia akan ditentukan Dewan Negara pada 2 Juli 2020.
Erdogan masih berupaya mengubah peruntukan museum Hagia Sophia menjadi masjid. Rencana yang diyakini sejumlah pihak sebagai pertaruhan politik terakhirnya itu kini ditantang sejumlah pihak, baik dari dalam negeri maupun dari negara Eropa.
Menjadikan kembali Hagia Sophia, yang berlokasi di Istanbul, sebagai masjid merupakan salah satu target utama Turki Islami yang dimotori Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) pimpinan Erdogan. Sebab, bangunan berusia 1.500 tahun itu tak hanya sekadar masjid, tapi juga simbol politik. Sisi politis Hagia Sophia tampak dari sejarahnya. Kaisar Romawi Timur Justinianus I membangunya pada 537 Masehi sebagai gereja. Setelah penaklukan Konstantinopel oleh Kesultanan Utsmani yang dipimpin Sultan Mahmed II pada 1453, Hagia Sophia dijadikan masjid. Lalu pada 1935, pemimpin Republik Turki, Mustafa Kemal Attaturk, mengubahnya jadi museum yang bertahan hingga kini.
Melansir Middle East Monitor, Rabu (26/6), kini terdapat dua kekuatan besar yang menghalangi rencana Erdogan. Pertama, Yunani karena menganggap dirinya pewaris kultural Imperium Romawi Timur. Kedua, kelompok sekuler di Turki yang ingin mempertahankan warisan Republik Turki sekuler dari Attaturk.
Sedangkan di pihak Erdogan, menurut analis politik, rencana mengubah Hagia Sophia menjadi masjid adalah langkah politik terakhirnya agar tak kehilangan dukungan publik. Sebab, ekonomi Turki sedang stagnan dan semakin parah karena pandemi Covid-19.
Selain itu, mantan Menteri Keuangan Ali Babacan dan mantan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu membentuk partai baru yang kemungkinan besar bakal mendapat suara dari pendukung Partai AK yang kecewa. Jejak pendapat menunjukkan bahwa Erdogan telah kehilangan dukungan secara signifikan.
Oleh karenanya, analis politik meyakini, pengalihfungsian Hagia Sophia adalah upaya Erdogan menggambarkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi bagi kelompok masyarakat yang agamis maupun nasionalis.
Dukungan pun bakal kembali mengalir deras. Jika rencana itu berhasil, Erdogan diyakini pula bakal segera menyerukan pemilihan umum secara cepat.