REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama melakukan pertemuan khusus menyikapi pesantren dalam menghadapi situasi pandemik covid-19. Hal tersebut dilakukan mengingat saat ini adalah masa penerimaan santri baru dan beberapa pesantren sudah mulai membuka kembali aktivitasnya.
Rapat penting yang dimoderatori Katib Am PBNU KH Yahya Cholil Staquf berlangsung di Aula Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada Kamis (25/6) itu, dihadiri beberapa Kyai Khos yang hadir dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Diantara yang Hadir dari Jawa Timur adalah Rois Am PBNU KH Miftahul Akhyar, KH Anwar Mansur, KH Kafabihi Mahrus, KH Hasan Mutawakil Alallah, KH Idris Hamid, KH Agus Ali Masyhuri, KH Anwar Iskandar, KH Ubaidilah Faqih dan KHR Azzaim Ibrahimy. Sedangkan dari Jawa Tengah adalah KH Ubaidilah Shodaqoh dan KH Muadz.
Rapat yang dimulai pada siang hari dilaksanakan sebagai respons atas situasi di lapangan. Sudah banyak pesantren memulai aktivitasnya secara mandiri dan masih banyak lagi pesantren yang belum memulai aktivitasnya dikarenakan beberapa hal, di antaranya kesiapan secara mandiri pesantren dalam menjalankan protokol Covid-19 dan masih adanya larangan oleh beberapa pemerintah daerah.
KH Anwar Iskandar yang hadir dalam pertemuan tersebut menjadi kyai pertama yang memberikan pandangannya atas situasi pesantren terkini.
"Dunia memberi pelajaran kepada kita bahwa krisis kesehatan Covid-19 saat ini juga merembet pada aspek ekonomi dan ancaman resesi. Ketika manajemen kesehatan dan ekonomi tidak teratasi maka ancamannya adalah kerusuhan (chaos).
Di lapangan pesantren juga mengalami ancaman ekonomi. Maka perlu disuarakan dengan bijak dan arif agar kebijakan anggaran pemerintah berpihak pada pesantren" tegasnya.
Lebih lanjut KH Anwar Iskandar menyampaikan harapannya agara pondok pesantren segera membuka aktivitasnya dengan menggunakan protokol kesehatan.
"Lebih penting lagi harus ada keberpihakan pemerintah kepada pesantren yang memang sangat terdampak. Saya merasa itu hal yang wajar dan hak kita (pesantren) untuk menerima fasilitas dari pemerintah," ujar dia.
Sementara itu kegamangan apakah pesantren harus semuanya membuka kembali aktivitasnya, mendapatkan respons dari KH Hasan Mutawakil Alallah. Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong tersebut menyampaikan bahwa hendaknya pesantren diberikan kebijakan independen apakah pesantren tersebut membuka atau masih menutup aktivitasnya.
"PWNU Jawa Timur telah memberikan wewenang otonom kepada masing-masing pesantren apakah membuka atau masih menutup aktivitas pesantrennya". Jelasnya.
Rais Am PBNU KH Miftahul Akhyar memberikan pandangan setelah menyimak dengan seksama berbagai pandangan yang hadir. "Bagi pesantren yang akan kembali membuka kegiatan belajarnya harus mendapat dukungan semua pihak. Maka relasi hubungan dengan pemerintah harus saling percaya, saling memberi dan mendukung,” ujar dia.
Yang tak kalah penting menurut KH Miftahul Akhyar, adalah memaksimalkan potensi internal NU, Lazisnu selama pandemi sudah bergerak baik tinggal memunculkan muharrik baru.
KH Yahya Cholil Staquf merespons forum dengan memberikan beberapa kesimpulan pada pertemuan tersebut. Ada tiga hal penting yang disepakati kiai sepuh yang hadir. Pertama adalah memberikan dukungan penuh kepada pesantren yang membuka kembali aktivitas pesantrennya dengan petunjuk protokol kesehatan yang ketat.
Kedua, meminta kepada Lazisnu yang selama ini sudah bergerak dengan gerakan filantropinnya yang luar biasa untuk menciptakan skema bantuan yang fokus membantu pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan.
Ketiga, mendorong Pemerintah untuk lebih menekankan pada kebijakan kuratif dalam program penangan Covid-19 seperti membangun sarana fasilitas kesehatan yang lebih baik.
Ketika ditanya awak media setelah acara apakah keputusan beberapa pondok pesantren yang membuka aktivitasnya tidak berisiko menciptakan klaster baru? Kiai yahya menjelaskan bahwa pesantren telah secara ketat menerapkan protokol kesehatan.
"Pesantren telah menerapkan protokoler kesehatan dengan ketat, dimulai isolasi mandiri santri sebelum ke pondoknya, juga rapid tes mandiri yang banyak dilakukan ponpes secara mandiri. Kita jangan hanya bicara cluster tapi bicaralah tentang dukungan fasilitas kepada pesantren. Itu yang kita upayakan," ujar dia.