REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Puluhan wali murid menolak proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri jalur zonasi dan mitra warg. Alasannya karena jalur zonasi dianggap tidak memperhatikan jarak antara tempat tinggal dengan sekolah.
"Warga kecewa karena sekarang sistem zonasi dan ditambah domisili berlaku. Jadi warga di Sidotopo Wetan tidak bisa menikmati gedung SMP Negeri 58, malah justru yang menikmati warga yang lebih jauh tempat tinggalnya kalah dengan yang berdomisili," kata perwakilan wali murid dari wilayah Sidotopo Indah Sutoko saat mendatangi gedung DPRD Surabaya, Kamis (2/7).
Menurut dia, banyak sekali warga Sidotopo Wetan yang memiliki status domisili tidak diterima melalui jalur zonasi di SMP Negeri 58. Justru mayoritas warga diterima melalui jalur zonasi di luar wilayah Sidotopo Wetan yang jaraknya lebih jauh dari tempat tinggal warga.
Sutoko mengatakan harusnya dengan adanya pembangunan gedung SMP Negeri 58 dinikmati warga berdomisili di wilayah tersebut. "Padahal banyak sekali warga berdomisili di sana. Misalkan warga yang statusnya masih berada di rumah kontrakan tapi status domisilinya diikutkan keluarganya, //kan kasihan anaknya tidak bisa masuk," ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, anaknya yang mendaftar melalui jalur zonasi juga tergeser karena jarak dari rumah ke sekolah 480 meter. "Anak saya juga ke geser. Jadi harus menunggu penambahan pagu itupun belum pasti. Padahal saya warga asli Sidotopo Wetan sejak 1997," katanya.
Terkait rencana Pemkot Surabaya memfasilitasi biaya sekolah SMP swasta selama tiga tahun karena terbatasnya penampungan siswa di SMP Negeri Surabaya. Sutoko mengaku warga Sidotopo Wetan mau menyekolahkan anaknya di SMP swasta jika rencana itu benar sesuai kenyataan di lapangan.
"Pemkot punya solusi itu baik, tapi kenyataannya, tetangganya ketika anaknya tidak diterima di SMP Negeri dan beralih ke SMP Swasta tetap saja kena biaya," katanya.
"Hari ini kita berharap betul ada perjuangan dari wakil rakyat, sehingga putra putri kami bisa masuk sekolah tahun ini di sekolah yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal kami," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi D Bidang Pendidikan DPRD Surabaya Khusnul Khotimah menjelaskan bahwa saat ini DPRD Surabaya bersama Pemkot Surabaya menggagas bagaimana pendidikan SD dan SMP di Surabaya bisa menerima seluruh putra-putri wali murid di sekolah. "Jadi tidak harus di sekolah negeri karena daya tampung sekolah SMP Negeri terbatas. Faktanya di Surabaya ada 63 sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta cukup banyak," katanya.
Untuk itu, kata dia, yang saat ini diperjuangkan bersama-sama adalah di sekolah swasta tidak dipungut biaya alias gratis. "Sehingga ibu-ibu bisa mendapatkan sekolah sesuai lokasinya. Jadi warga tidak harus menyekolahkan anaknya di SMP negeri saja, tetapi di sekolah swasta yang ditanggung oleh Pemkot Surabaya," katanya.