REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Memasuki musim kemarau, sedikitnya enam gunung yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah memiliki kerentanan terjadinya kebakaran hutan. Keenam gunung yang dimaksud meliputi Gunung Lawu, Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi, dan gunung Slamet.
Guna mengantisipasi hal tersebut, langkah-langkah kewaspadaan terhadap bahaya kebakaran hutan, terus ditingkatkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah bersama masing- masing stakeholder dan pemangku kepentingan hutan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Tengah Sarwa Pramana mengatakan, memasuki bulan Juli 2020, musim kemarau mulai melanda sejumlah wilayah di Provinsi Jawa Tengah.
Terkait hal ini, BPBD Jawa Tengah berupaya meningkatkan, kewaspadaan terhadap potensi terjadinya kebakaran hutan di lereng sejumlah gunung besar di Jawa Tengah, mengingat sulitnya proses pemadaman jika terjadi kebakaran.
Baik upaya pemadaman melalui darat maupun udara jamak menyulitkan. Pemadaman darat acap kali terkendala sulitnya medan.
“Demikian halnya kalau pemadaman water bombing dari pesawat, airnya tidak ada di lokasi terdekat dan harus mengambil jarak jauh,” katanya.
Kondisnya, lanjut Sarwa, sangat berbeda dengan karhutla di Riau. Karena Riau banyak sungai besar dan bisa diambil pakai pesawat. Kalau di Jawa Tengah ini mau diambil dari mana semua jauh.
Oleh karena itu, melalui upaya peningkatan skala kewaspadaan, dia berharap, pengalaman adanya kebakaran hutan di lereng gunung yang pernah terjadi di Jawa Tengah bisa diminimalisir pada musim kemarau tahun ini.
Seperti diketahui, pada musim kemarau tahun lalu, kebakaran sempat melanda sejumlah gunung besar di wilayah Provinsi Jawa Tengah, seperti gunung Lawu, Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi dan gunung Slamet.
BPBD Provinsi Jawa Tengah, masih kata Sarwa, telah berkoordinasi dengan masing-masing stakeholder pengelola bukit dan hutan, untuk siaga dan mewaspadai berbagai potensi penyebab terjadinya kebakaran hutan di lereng gunung.
Misalnya meminta agar aktivitas pendakian gunung benar-benar diawasi atau bahkan dibatasi menyesuaikan dengan kondisi hutan di lereng gunung. “Karena pada saat kemarau tiba, biasanya banyak aktivitas pendakian,” jelasnya.
Para pendaki, lanjutnya, tak jarang lengah saat melakukan aktivitas pendakian. Mereka jamak membuat api unggun dan begitu mereka naik melanjutkan pendakian lupa memadamkan api unggun dengan sempurna.
Sementara di musim kemarau, mereka juga bawa air yang cukup terbatas. “Bagaimana mau meyakinkan bahwa bara api unggun tersebut sudah mati kalau mereka hanya membawa air secukupnya,” tambah Sarwa.
Dia juga menambahkan, hal yang juga sering terjadi adalah kebiasaan membuka jalur agar proses pendakian lebih efisien dengan membakar ilalang dan semak- semak belukar.
Karena itu, dia mengingatkan, agar hal tersebut tidak dilakukan masyarakat maupun para pendaki saat melakukan aktivitas pendakian. “Kalau bakar, ditungguin tidak apa- apa. Kalau bakar, ditinggal akirnya bisa memicu terjadinya kebakaran hutan,” tegasnya.
Dalam hal kebijakan lintas pemangku kepentingan, Sarwa juga mengaku telah mengeluarkan surat atau rekomendasi dengan dasar data yang dikeluarkan oleh Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Rekomendasi Kemudian hal itu dilanjutkan ke kabupaten/ kota. Tujuannya agar mereka waspada, termasuk untuk mengoptimalkan posko pengawasan pendakian dan penyediaan air bersih.
Diperkirakan musim kemarau sudah mulai terjadi di sebagian besar Jawa Tengah pada bulan Juli ini dan akan melanda total wilayah Jawa Tengah pada bulan Agustus 2020 nanti. Khusus untuk daerah Cilacap, Banyumas masih ada spot hujan.
“Kalau untuk bulan Agustus nanti, diperkirakan seluruh wilayah Jawa Tengah sudah masuk musim kemarau secara total. Bulan Agustus potensi hujan di Jawa Tengah sudah sangat kecil,” tandasnya.
Sedangkan untuk kebutuhan air bersih untuk mengantisipasi bencana kekeringan di Jawa Tengah, BPBD Provinsi Jawa Tengah telah menyiapkan 1.100 tangki air bersih. Jumlah itu sama seperti tahun lalu.
BPBD juga memprediksi kemarau di Jawa Tengah pada tahun ini tidak akan jauh beda dengan musim kemarau tahun lalu. Yang berbeda adalah Kabupaten Wonogiri dimungkinkan tidak akan dilanda kekeringan yang parah.
“Mungkin yang berkurang adalah Wonogiri, karena daerah ini sudah membangun beberapa pipa dan pengolahan air tawar. Sehingga Wonogiri yang selama ini menjadi langganan kekeringan relatif bisa terkendali pada musim kemarau kali ini,” tegas Sarwa.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Api Pangudi Nitising Dahono Hargo Merbabu (MPA PANDHU), Agus Surolawe mengatakan, untuk aktivitas pendakian di gunung Merbabu saat ini masih ditutup.
Terkait dengan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan, sejauh ini MPA terus melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait seperti Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb), termasuk aparat TNI/ Polri serta para relawan sejumlah posko pendakian.
Baik yang berada di wilayah Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali serta Kabupaten Magelang. “Belajar dari pengalaman tahu lalu, antisipasi terhadap risiko kebakaran hutan pada musim kemarau tahun ini menjadi prioritas untuk dioptimalkan,” ujarnya.