REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran tetap bertekad untuk mengembangkan industri minyak negara itu kendati mendapat sanksi dari AS. Hal itu dinyatakan Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh dalam pidatonya pada Sabtu (11/7).
"Kami tidak akan pasrah dalam situasi apapun. Kami harus meningkatkan kapasitas sehingga dapat memasuki pasar dengan kekuatan penuh ketika dibutuhkan serta membangkitkan kembali pangsa pasar kami," ucap Zanganeh.
Zanganeh berbicara hal tersebut sebelum melakukan penandatangan kontrak sebesar 294 juta dolar AS (setara Rp 4,2 triliun) antara Perusahaan Minyak Nasional Iran dan perusahaan minyak dan gas dari Iran, Persia Oil & Gas.
Kesepakatan kerja itu menargetkan produksi 39,5 juta barel minyak dari ladang minyak Yaran di provinsi Khuzestan, bagian barat daya Iran. Setelah terpukul sanksi AS sejak Washington keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018 lalu, ekspor minyak Iran diperkirakan kini turun menjadi 100.000 hingga 200.000 barel per hari.
Sebelumnya, ekspor minyak Iran bisa lebih 2,5 juta barel per hari pada April 2018. Produksi minyak mentah Iran juga telah dipangkas setengahnya menjadi sekitar 2 juta barel per hari.