REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar bahwa vaksinasi bisa menyebabkan autis terus beredar dari tahun ke tahun. Dokter spesialis anak RS Pondok Indah Bintaro Jaya dr Caessar Pronocitro SpA MSc mengungkapkan bahwa informasi tersebut tidak benar.
Caessar menjelaskan, hoaks mengenai kaitan vaksin MMR dengan autisme bermula dari hasil penelitian seorang dokter bedah asal Inggris bernama Andrew Wakefield dengan hanya 18 sampel pada 1998. Kebohongannya sudah terbongkar sejak 2011.
“Wakefield menyimpulkan bahwa vaksin MMR menyebabkan autisme, tetapi setelah dibongkar ternyata selain jumlah sampelnya terlalu sedikit, cara penelitian juga tidak valid, sehingga kesimpulan yang diambil pun menjadi salah," jelasnya dalam acara Live Webinar yang diselenggarakan Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Rabu (1/7).
Penelitian Wakefield, menurut Caessar, telah dibongkar dan dinyatakan tidak valid sejak tahun 2011. Sejak itu, sudah ada berbagai penelitian lain yang lebih sahih dan melibatkan sampel jauh lebih besar yang membuktikan tidak ada kaitan vaksin MMR dengan autisme.
Caessar menjelaskan bahwa vaksin MMR diklaim ada kaitannya dengan autisme kemungkinan karena waktu pemberian vaksin MMR, yakni ketika anak berusia sekitar satu tahun, bertepatan dengan mulai tampaknya gejala-gejala autisme. Seolah-olah berkaitan, padahal tidak.
“Jadi jangan takut memberikan vaksin, terutama vaksin MMR.”
Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya.