REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahdud MD, sepakat dengan pendapat pembuatan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor harus belajar dari masa lalu. Ia mengaku tengah mempelajari dan menimbang lebih lanjut keputusan tersebut.
"Ya, saya juga sedang mempelajari dan menimbang sungguh-sungguh untuk menghidupkan lagi Tim Pemburu Koruptor itu. Akan diperpanjang atau tidak, tergantung hasil analisis atas efektivitasnya," ungkap Mahfud lewat keterangannya, Selasa (14/7).
Ia mengatakan, membentuk Tim Pemburu Koruptor tidak bisa seketika karena perlu Inpres sebagai cantolan. Izin prakarsa untuk membuat Inpres tersenut sudah ia peroleh melalui Surat Mensesneg No. B-30/M. Sesneg/D-1/HK.05.00/01/2020. Namun, kata dia, Inpres harus dibahas lintas lembaga dulu untuk dihitung manfaat dan efektivitasnya.
"Saya bersetuju dengan Pak Nawawi dari KPK agar pembuatan Inpres harus belajar dari masa lalu juga, tidak bisa langsung dibuat," kata dia.
Karena itu, kata dia, tanpa harus menunggu Tim Pemburu Koruptor sebaiknya institusi-institusi resmi yang ada terus bekerja memburu koruptor dan menyelamatkan aset negara yang dirampok dengan cara korupsi. Dia yakin Polri dan Kejaksaan Agung bisa lebih optimal.
"Menko Polhukam akan terus berkordinasi dengan institusi-institusi tersebut. Syukur-syukur sudah ada hasilnya sebelum ada pembentukan tim pemburu lagi," jelas dia.
Sebelumnya hari ini, Mahfud telah menyampaikan, Inpres tentang Tim Pemburu Koruptor sudah berada di Kemenko Polhukam. Pada kesempatan itu ia menyampaikan, proses pembentukan tim tersebut akan terus berjalan dan akan terbentuk secepatnya.
"Sekarang Inpres tentang tim pemburu aset dan pemburu tersangka dan terpidana koruptor dan tindak pidana lain itu sudah ada di tangan Kemenko Polhukam. Sehingga secepatnya nanti akan segera dibentuk tim itu," ujar Mahfud, Selasa siang.
Ia mengatakan, keputusan Menko Polhukan tentang pengaktifan kembali tim yang memburu koruptor, aset, tersangka, dan terpidana dalam tindak pidana yang melarikan diri atau yang bersembunyi, atau yang disembunyikan, sekarang terus berproses. Cantelan peraturannya ialah Inpres tersebut.
"Tentu dengan menampung semua masukan-masukan dari masyarakat. Karena ini memang perlu kerja bareng. Ndak boleh berebutan dan ndak boleh saling sabot. Tetapi berprestasi pada posisi tugas masing-masing lembaga atau aparat yang oleh undang-undang ditugaskan untuk melakukan itu," jelas Mahfud.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango ikut mengomentari pembentukan tim pemburu koruptor oleh Kemenko Polhukam. Nawawi berharap, pembentukan tim kali ini tidak mengulang kegagalan tim pemburu koruptor yang sempat dibentuk beberapa tahun lalu.
Kinerja tim pemburu koruptor yang dibentuk sebelumnya tidak memberi hasil optimal. "Saya pikir pembentukan tim ini di tahun 2002 dan senyatanya tidak memberi hasil optimal, cukup untuk menjadi pembelajaran untuk tidak diulangi lagi,\" kata Nawawi dalam pesan singkatnya, Selasa (14/7).
Nawawi juga menganjurkan adanya peningkatan semangat koordinasi dan supervisi antarlembaga penegak hukum dan badan lembaga lain yang terkait. Termasuk, menyemangati lagi ruh integrated criminal justice system yang belakangan seperti jargon tanpa makna.
"Lewat koordinasi supervisi meneguhkan kembali \'integrated criminal justice system\'. Khusus untuk KPK sendiri, kita telah memulai upaya untuk menutup ruang potensi para tersangka melarikan diri. Seseorang yang sudah hampir dapat dipastikan akan ditetapkan sebagai tersangka, ruang geraknya akan terus dimonitoring sampai tiba saatnya dilakukan tindakan penahanan. Harapanya seperti itu," tuturnya.