REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan salah satu pilihan menyikapi polemik Hagia Sophia di Turki adalah dapat mengembalikannya menjadi katedral, tetapi dengan syarat Al Hambra difungsikan menjadi masjid kembali.
"Hagia tetap jadi katedral tetapi juga Al Hambra dikembalikan kepada Islam sebagai masjid kebudayaan Islam," kata Din dikonfirmasi Antara via diskusi daring, Rabu (15/7).
Adapun Hagia Sophia awalnya merupakan Katedral Ortodoks di Konstantinopel, Byzantium (kini wilayah Turki). Sementara Al Hambra adalah kompleks perpustakaan, masjid dan istana khalifah Islam di Granada, Spanyol saat Muslimin berkuasa di tanah Eropa.
Menurut Din, menyikapi polemik Hagia Sophia dengan pilihan tersebut dapat dilakukan dan bisa menjadi solusi. Adapun saat ini persoalan Hagia Sophia memicu perbincangan dunia karena terdapat pro dan kontra seiring Presiden Turki Erdogan memfungsikan dari museum kembali menjadi masjid.
Hagia Sophia awalnya merupakan Katedral Ortodoks sampai diubah menjadi Katedral Katolik. Kemudian kembali menjadi Katedral Ortodoks hingga menjadi masjid, museum dan kini menjadi masjid.
"Ini layak dipertimbangkan karena ada masalah dunia, bukan soal setuju tidak setuju karena ini kesepakatan global," kata dia.
Sementara itu, Din mengusulkan pilihan lainnya, yaitu menyerahkan nasib Hagia Sophia sesuai pemerintah di masa terkait. Adapun secara linimasa, fungsi Hagia sempat berganti-ganti seusai pemerintah yang berkuasa, baik itu katedral, museum dan masjid.
"Kalau pemerintah Turki mau memfungsikan sebagai apa itu haknya. Dunia internasional dan PBB walaupun itu jadi warisan dunia tapi penggunaannya tetap menjadi hak negara terkait," katanya.
Hal serupa, kata dia, sebagaimana menghormati hak prerogatif negara Spanyol yang di dalamnya terdapat Al Hambra. Spanyol berhak memfungsikan Al Hambra sesuai kebijakan pemerintah berkuasa saat ini.