Senin 20 Jul 2020 22:10 WIB

Kontraksi Ekonomi Global Berlanjut, Ekonomi Indonesia Turun

Kontraksi perekonomian global berlanjut dan pemulihannya lebih lama dari perkiraan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Tinjauan kebijakan moneter Juli 2020 Bank Indonesia menyebut kontraksi ekonomi global terus berlanjut dan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun.
Foto: Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Tinjauan kebijakan moneter Juli 2020 Bank Indonesia menyebut kontraksi ekonomi global terus berlanjut dan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tinjauan kebijakan moneter Juli 2020 Bank Indonesia menyebut kontraksi ekonomi global terus berlanjut dan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun. BI telah meluncurkan sejumlah bauran kebijakan, terbaru dengan menurunkan suku bunga kebijakan di tengah kontraksi perekonomian global yang berlanjut.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 juga diperkirakan mengalami kontraksi, meskipun pada Juni 2020 aktivitas ekonomi mulai membaik. Berdasarkan asesmen perekonomian terkini, BI pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen. 

Baca Juga

"Keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, Senin (20/7).

Demikian intisari Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2020 yang diterbitkan untuk menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan ekonomi terkini dan kondisi moneter, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Kontraksi perekonomian global berlanjut dan pemulihan ekonomi dunia lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan kembali penyebaran Covid-19 di beberapa negara serta mobilitas pelaku ekonomi yang belum kembali normal sejalan penerapan protokol kesehatan. Perkembangan ini menyebabkan efektivitas berbagai stimulus kebijakan yang ditempuh dalam mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara menjadi terbatas.

Sejalan dengan permintaan global yang lebih lemah tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga lebih rendah dari perkiraan semula dan menurunkan tekanan inflasi global. Selain itu, ketidakpastian pasar keuangan global juga meningkat didorong oleh lambatnya pemulihan ekonomi global serta kembali meningkatnya tensi geopolitik Amerika Serikat dan China.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement